Jakarta, Gesuri.id – Capres Ganjar Pranowo selalu mendorong perguruan tinggi dan sektor lainnya untuk bahu-membahu mengedukasi terkait pengelolaan wilayah pesisir dan laut. Di antaranya terkait over fishing atau penangkapan ikan yang berlebihan, dan adanya potensi bencana di pesisir selatan dan utara Jawa.
“Jadi kita bicara society 5.0 tentang wilayah pesisir, dan bagaimana resilient atau ketahanan wilayah itu ada. Sehingga, jika kita berbicara tentang mitigasi kebencanaan dalam konteks pengelolaan wilayah pesisir dan laut, maka Perguruan Tinggi kemudian mendorong anggotanya dari Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan ini, untuk peduli, untuk berpikir,” kata Ganjar.
Ganjar mencontohkan wilayah pesisir Pulau Jawa, baik pesisir selatan (Pansela) maupun utara (Pantura), memiliki potensi yang berbeda-beda. Misalnya di wilayah selatan memiliki potensi kebencanaan yang cukup tinggi terkait megathrust. Bahkan, sudah ada penelitian terkait potensi megathrust itu dari perguruan tinggi.
“Maka bagaimana membangun wilayah pesisir dan laut di selatan, yang kita betul-betul paham di situ ada potensi bencana, sehingga kita bisa mengantisipasinya. Itu di wilayah selatan,” jelasnya, baru–baru ini.
Berbeda dengan wilayah pesisir utara, menurutnya, permasalahan yang dihadapi lebih kompleks lagi. Selain soal penangkapan ikan seperti yang disampaikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, juga ada potensi kebencanaan seperti penurunan tanah atau penurunan tanah.
“Nah di Pantura sedang over fishing, tadi Pak Menteri Trenggono sudah menyampaikan gambar dengan citra satelit, yang kapalnya penuh minta ampun di Laut Jawa. Maka model seperti ini harus ada pengaturan. Tadi kementerian sudah akan melakukan pengaturan. Ini untuk over fishing -nya,” ungkap Ganjar.
Sementara terkait pengelolaan di wilayah pesisir, diperlukan penanganan yang menyeluruh karena potensi penurunan muka tanah -nya cukup tinggi di wilayah utara. Beberapa hal telah dilakukan terkait pekerjaan sipil, seperti pembuatan tanggul laut.
Tetapi juga perlu dilakukan lagi edukasi kepada masyarakat dan pengelola perumahan rakyat. Jika kondisinya semakin parah, bukan tidak mungkin harus diambil langkah tegas dengan memindahkan pemukiman ke tempat yang lebih baik.
“Di wilayah pesisirnya terdapat potensi penurunan tanah atau penurunan tanah yang terkenal dengan rob. Maka kenapa civil work -nya mesti kita kerjakan seperti membuat tanggul, tetapi edukasinya juga harus kita lakukan. Ini memerlukan multisektor untuk melakukan itu. Seminar ini menjadi penting kalau kemudian kita mau bermigrasi dengan kondisi perubahan eksternal yang begitu dahsyatnya. Maka pembangunan yang berorientasi pada daratan menjadi berorientasi pada lautan atau berorientasi pada maritim,” bebernya.
Menteri Kelautan dan Perikanan RI Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, ada lima kebijakan yang menjadi fokus dalam pengelolaan wilayah pesisir dan kelautan. Pertama, terkait konservasi laut, sehingga mampu mencapai target 30 persen produk laut pada tahun 2050. Kedua, penangkapan ikan secara terukur agar populasi ikan terjaga dan tidak penangkapan ikan secara berlebihan . Ketiga, peningkatan budidaya untuk menciptakan produk perikanan yang menjadi juara negara.
Keempat adalah pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil karena serangannya adalah pragmatisme ekonomi. Maka harus dicegah. Kalau pesisirnya rusak, maka laut juga tidak sehat, dan kemudian bencana lebih mudah terjadi. Kelima, bulan cinta laut, yaitu dalam setahun ada satu bulan nelayan diminta tidak menangkap ikan, tetapi membersihkan sampah di laut, dan kami memberikan kompensasi,” katanya.
Selain itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan juga terus melakukan patroli sebagai pencegahan pencurian ikan di perairan Indonesia. Paling rawan adalah daerah Natuna Utara dan perbatasan dengan Filipina. Tahun ini cuma lima kapal yang ditangkap, lebih kecil dari masa lalu.
“Kapal ini diserahkan ke kejaksaan, dan nanti kami minta agar diserahkan kepada nelayan untuk kepentingan produksi. Jadi lebih bermanfaat,” ujarnya.