Jakarta, Gesuri.id - Presiden Joko Widodo menilai inisiator, pendiri, dan penggerak jamiah Nahdlatul Ulama (NU) KH Abdul Wahab Chasbullah merupakan ulama besar yang memiliki wawasan luas, pandangan yang jauh ke depan, dan cita-cita mulia dan mengajarkan cinta Tanah Air.
Hal itu dikemukakan oleh Presiden Joko Widodo dalam sambutan kegiatan Haul Emas Virtual 50 Tahun KH Abdul Wahab Chasbullah yang dilakukan secara virtual di Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Rabu (23/6).
"Beliau dikenal sebagai sosok ulama pejuang yang ajarkan cinta Tanah Air, 'Hubbul wathan minal iman', menggelorakan semangat kebangsaan, selalu berjuang untuk tegakkan NKRI," kata Presiden.
Baca: Karolin Tinjau Langsung Vaskinasi Massal 1 Juta Sehari
Presiden juga mengatakan teladan KH Abdul Wahab Chasbullah tersebut akan terus abadi dan menjadi inspirasi bagi semua, terutama dalam menghadapi kondisi bangsa saat ini.
KH Abdul Wahab Chasbullah dikenal sebagai ulama besar, inisiator dan penggerak organisasi Islam Nahdlatul Ulama. KH Wahab juga memiliki wawasan yang luas, pandangan yang modern dan jauh ke depan dengan cita-cita yang besar.
Presiden juga meyakini bahwa dengan doa para kiai, habaib, serta alim ulama dan ikhtiar seluruh masyarakat akan mampu melewati ujian ini.
"Kita akan mampu melewati ujian, cobaan yang sulit ini dengan kemenangan," kata Presiden optimistis.
Dalam haul ke-50 KH Abd Wahab Chasbullah yang digelar secara virtual tersebut juga dihadiri 0Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Sirodj secara virtual. Hadir juga secara langsung Gubernur Jatim Khofifah, serta pendakwah asal Yogyakarta H Miftah Maulana Habiburrahman (Gus Miftah) dan tamu undangan lainnya.
Gus Miftah dalam kesempatan tersebut juga mengajak warga NU untuk meneladani pendiri NU dan pejuang NKRI KH Abd Wahab Chasbullah.
Baca: Haul Soekarno, Rudi Center & Banteng Babel Gelar Syukuran
"Untuk meneladani hikmah beliau yang luar biasa kepada NU, kita jangan meninggalkan tradisi lama yang masih baik di lingkungan NU, di antaranya madrasah diniyah (madin), ngaji Quran dengan turutan, ziarah kubur, tahlil, dan sebagainya, kita harus malu kepada beliau, karena kita bukan siapa-siapa dan tidak ada apa-apanya," kata Gus Miftah.
Gus Miftah yang juga pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji di Sleman, Yogyakarta menilai warga NU sekarang sudah mengubah tradisi para ulama, semisal madrasah diniyah (madin) jadi TPQ/TPA, mengganti turutan dengan iqro, ziarah kubur diganti dengan wisata religi, tahlil diganti kalimah thoyyibah.
"Saya datang haul untuk ngalap barokah, kalau kita mau ngalap barokah ya jaga tradisi yang baik, seperti Imam Maliki yang ngalap barokah pada Imam Syafii, padahal itu muridnya. Untuk itu, kita pakai madin, kalau TPQ atau TPA milik orang lain. Juga Iqro. Ziarah atau tahlil itu khas, kalau wisata atau kalimah thoyyibah bisa macam-macam, bukan khas," katanya.