Jakarta, Gesuri.id - DR. Dr. Gilbert Simanjuntak, Sp.M(K) Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI / Komisi B mengatakan temuan lebih bayar oleh BPK di 10 proyek DKI menimbulkan pertanyaan kenapa opini WTP bisa keluar.
Baca: Ocehan Biden Jakarta Tenggelam, Anies Salah Stop Reklamasi !
Opini WTP BPK diberikan bila sebuah perusahaan atau Pemda mengikuti aturan pembukuan yang disyaratkan oleh BPK. Kaidah pembukuan BPK mencakup penerimaan, asset, hak, kewajiban dan pengeluaran.
Opini WTP ini lebih sebuah gengsi bila diterima oleh Pemda. BPK melakukan audit umum saja, tanpa masuk ke detail keseluruhan dalam periode yang diperiksa karena akan memakan waktu lama meneliti satu per satu.
Audit umum dilakukan dengan metode sampling, tidak total diperiksa. Objek 100 % tidak diperiksa semua, tetapi di sampling sekian % saja sebagai gambaran keseluruhan, mirip statistik.
Misalnya untuk gambaran setahun, diambil sample sebulan saja misalnya bulan Juni saja. Apabila kecurangan terjadi misalnya bulan Agustus, maka tidak akan terdeteksi.
Seandainya korupsi Damkar di Jakarta Selatan, lalu yang di sampling wakil DKI adalah Damkar Jakarta Timur, maka korupsi/kecurangan (fraud) tidak akan ditemukan.
Artinya potensi atau kemungkinan kecurangan (fraud) bisa tidak ditemukan, bila sampling tidak tepat atau sampling sengaja dibelokkan oleh auditor/petugas BPK yang tidak memiliki integritas atau diinstruksikan.
Apa yang harus dilakukan bila WTP terjadi ditengah adanya 10 kasus lebih bayar DKI (total lebih dari Rp. 437,242 M) dan terjadi berulang? Dana yang harus dikembalikan adalah Rp. 862,7 juta dan baru dikembalikan Rp. 423 juta (49,1%).
Yang harus dilakukan adalah audit khusus (investigatif) baik oleh BPK lagi atau BPKP (lebih baik) dengan petugas yang berintegritas untuk melihat apakah ini by design, faktor manusia atau sistem.
Audit khusus ini bisa diminta oleh DPRD, Kemendagri, Kemenkeu atau lebih tepat lagi oleh Pemprov DKI (bila ada niat jujur). Yang terjadi malah Inspektur Daerah membela dan terkesan berusaha menutupi, hal yang seharusnya dijelaskan rinci dan dilakukan audit khusus/investigatif untuk menjelaskan.
Ini memberi kesan tidak baik dan bau tidak sedap. Padahal Gubernur seharusnya juga mengambil sikap meminta audit khusus dan menonaktifkan pejabat yang bertanggung jawab termasuk Inspektur Daerah.
Lebih bayar sekarang ada materiil dan non materiil. Satu saja yang materiil sudah indikasi ketidakberesan, dan ini malah lebih dari satu. Kejadian ini juga berulang-ulang.
Ada lagi orang meninggal menerima gaji/pensiun. Pembayaran/pengeluaran uang itu sulit dan hati-hati, sehingga kejadian lebih bayar sangat fatal, apalagi berulang.
Ini semua masalah serius, apalagi bila ada keterlibatan Gubernur dan Wakil maka harus berhenti dari jabatannya. Tentu Gubernur dan Wakil harus membuktikan dirinya tidak terlibat.
Baca: Peringatan Joe Biden Tentang Jakarta, Ini Kata Megawati
Ini memerlukan penjelasan terbuka oleh Gubernur melalui hak bertanya (interpelasi) oleh DPRD DKI.
Ini juga akan membuka pandora partai yang bermain dengan menolak interpelasi ini, agar masyarakat banyak tahu. Hak bertanya ini bisa digabung dengan hak bertanya terkait Ingub No 49/2021 tentang Penyelesaian Isu Prioritas Daerah 2021-22 hingga akhir masa kerja Gubernur dan Wakil.
"Dalam Ingub tercantum banyak hal yang sangat mengganggu seperti Formula E, LRT KPDBU Joglo – Pulogebang dan yang lainnya," pungkasnya.