Ikuti Kami

Kota Tegal Ditutup, Dewi 'Sentil' Tindakan Wali Kota

Kota Tegal bukan negara sendiri dan harus patuh kepada pemerintah pusat, ada konstitusi yang mengatur semuanya.

Kota Tegal Ditutup, Dewi 'Sentil' Tindakan Wali Kota
Anggota Komisi IX DPR RI Dewi Aryani.

Tegal, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR RI Dewi Aryani meminta Wali Kota Tegal membuka dan menggeser pagar beton perbatasan jalan antar kota kabupaten dan jalan provinsi sambil menunggu Peraturan Pemerintah (PP) soal karantina wilayah. 

Karena menurut Dewi Wali Kota Tegal bisa melakukan isolasi dulu di lokasi pemukiman dimana pasien positif virus Corona (Covid-19) di Kota Tegal tersebut berada. Serta dengan melacak apakah keluarganya sudah ada kontak dengan pasien.

Baca: Dewi Aryani Minta Penanganan COVID-19 dengan Pentahelix

”Kota Tegal bukan negara sendiri dan harus patuh kepada pemerintah pusat. Ada konstitusi yang mengatur semuanya dan percayalah pemerintah pusat akan melakukan yang terbaik untuk seluruh wilayah," tutur Dewi kepasa Gesuri.id di Jakarta, Senin (30/3).

Lebih lanjut Dewi menjelaskan kekawatiran bahayanya Covid-19 tidak hanya milik Wali Kota Tegal, tetapi milik semua warga dan semua orangdi NKRI ini , karenanya semua harus bahu membahu gotong royong dan berikan kewenangan penuh kepada Doni Monardo selaku ketua gugus Covid-19 nasional untuk menentukan langkah sesuai aturan yang berlaku.

Semua pihak kata Dewi harus menahan diri dan melakukan physical distancing dengan penuh disiplin tinggi. Tim satgas monitoring bisa rutin patroli dan di maksimalkan, jika perlu di lakukan tindakan tegas oleh aparat jika masih ada warga yang melakukan pelanggaran misal bergerombol, berkumpul, hajatan, acara dengan massa dan lain-lain.

“Saya yakin PP segera terbit dan bisa menjadi landasan yang tepat untuk semua wilayah dalam menentukan langkah karantina wilayahnya masing-masing dengan 3 proses yang mesti dilakukan diantaranya tracing-clustering- containing ( karantina). Pelibatan gugus hingga tingkat desa dan kelurahan dan kerja efektif aparat akan menjadi satu kekuatan melawan Covid-19 outbreak." Kata Dewi.

'Pentahelix dengan pendekatan komunitas hingga gugus desa dan kelurahan bisa dijadikan acuan dalam melakukan langkah penanggulangan bencana nonalam ini," tambah Dewi.

“Segerakan pemerintah menerbitkan PP, agar semua daerah memiliki payung hukum yang sesuai dengan kondisi saat ini. Sebelum terlambat dan lebih banyak korban dari berbagai tingkat sosial ekonomi, profesi dan lapisan masyarakat luas”, kata Dewi.

Di Indonesia sambung Dewi tidak dikenal istilah lockdown, persamaan yang paling mendekati adalah karantina. Regulasi itu tertuang dalam UU Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Baca: Dewi Desak Pemerintah Beri Kewenangan Penuh ke Doni

Kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor resiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan masyarakat, demikian bunyi Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 6 Tahun 2018.

Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan menyebutkan bahwa setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

"Sebagai timbal baliknya, pemerintah wajib memberi makan tiga kali sehari kepada warganya. Makanan itu dikirim oleh anggota TNI/Polri ke masing-masing rumah sesuai dengan jumlah warganya. Siapa yang berkewajiban memberi makan ratusan ribu orang itu?" tandas Dewi.

Quote