Jakarta, Gesuri.id - Penasehat Hukum Hasto Kristiyanto DR. A. Patramijaya, S.H., LL.M mengatakan sebagai bentuk penghormatan terhadap proses hukum yang berjalan, klien Hasto Kristiyanto telah menegaskan komitmennya untuk memenuhi panggilan KPK pada hari Senin, 13 Januari 2025. Ini adalah bentuk sikap yang tegas dari Pak Hasto untuk menghadapi proses hukum sebagai warga negara.
Namun demikian, penghormatan terhadap hukum juga menjadi kewajiban semua pihak, apalagi KPK sebagai lembaga penegak hukum. KPK wajib mematuhi hukum.
"Setelah berulang kali menonjolkan kesan mendramatisir proses hukum, melakukan tindakan tidak etis dengan memeriksa mantan penyidik KPK untuk menambal kelemahan bukti, hingga memaksakan penersangkaan klien kami Hasto Kristiyanto, sekali lagi kami mengajak KPK untuk mematuhi hukum salah satunya dalam bentuk menghormati dan patuh pada putusan pengadilan terkait perkara Wahyu Setiawan yang telah diputus mulai dari Putusan PN, banding hingga Kasasi," ujarnya dalam rilis diterima Gesuri, Sabtu (11/1).
Untuk membuat terang di masyarakat, lanjutnya, Tim Penasehat Hukum Hasto Kristiyanto ingin menunjukan bagian-bagian penting pada Putusan Pengadilan dengan terdakwa Wahyu Setiawan tersebut.
Pada fakta sidang dan pertimbangan majelis hakim di Putusan No.28/Pid.Sus-Tpk/2020/PN.Jkt.Pst dengan Terdakwa Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina terdapat poin-poin yang seharusnya dijadikan pedoman dan dipatuhi KPK, diantaranya:
1. Harun Masiku telah menyanggupi mempersiapkan dana Rp1.5M untuk biaya operasional pengurusan di KPU dan memberikan dalam dua tahap;
“Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah bertemu Harun Masiku untuk menyampaikan kepada Harun Masiku mengenai adanya biaya operasional untuk pengurusan di KPU sebesar Rp1.500.000.000,00- (satu milyar lima ratus juta rupiah) lalu Harun Masiku menyanggupinya dan bersedia untuk menyiapkan dananya secara bertahap dengan mengatakan “yang penting awal Januari 2020 saya dilantik sebagai anggota DPR” (Putusan halaman 160)
2. Dana Operasional Tahap Pertama berasal dari Harun Masiku (Put Hlm. 161)
3. Dana Operasional Tahap Kedua berasal dari Harun Masiku (Put. Hom.161)
Hal tersebut dipertegas pada Putusan Mahkamah Agung No. 1857 K/Pid.Sus/2021 dengan terdakwa Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina, yaitu:
a. Majelis Hakim Kasasi di Mahkamah Agung menyatakan bahwa Putusan PN dan PT telah mempertimbangkan fakta hukum secara tepat dan benar; "Judex Facti tidak salah menerapkan hukum dalam mengadili para Terdakwa, Judex Facti telah mempertimbangkan fakta hukum yang terungkap di muka persidangan secara tepat dan benar serta tidak melampaui kewenangannya" (hlm 8);
b. Wahyu Setiawan meminta biaya operasional agar keinginan Harun Masiku menjadi Anggota DPR-RI sejumlah Rp1.000.000.000,- (satu milyar rupiah); "Terdakwa I telah memanfaatkan kedudukannya yang strategis sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan berperan aktif melalui Terdakwa II yang melakukan negosiasi dengan Saeful Bahri untuk mengurus kepentingan Harun Masiku agar Harun Masiku dapat menggantikan Rezky Aprilia sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Pergantian Antar Waktu (PAW) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan meminta biaya operasional sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) agar keinginan Harun Masiku yang disampaikan melalui Saeful Bahri dan Terdakwa II dapat dikabulkan" (hlm. 9);
c. Wahyu Setiawan menerima uang sejumlah Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), yaitu: "Terdakwa I melalui Terdakwa II menerima uang muka sejumlah Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan kemudian dalam pertemuan dengan Saeful Bahri di Mall Pejaten Village dalam rangka membicarakan kepentingan Harun Masiku, Saeful Bahri memberikan kepada Terdakwa II uang sejumlah SGD 19.000,00 (sembilan belas ribu Dollar Singapura) yang kemudian Terdakwa I ambil sejumlah SGD 15.000,00 (lima belas ribu Dollar Singapura) dan diberikan sebagai bagian Terdakwa II sejumlah SGD 4.000,00 (empat ribu Dollar Singapura), disamping itu Terdakwa II juga menerima Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dari Saeful Bahri melalui Donfri yang digunakan untuk kepentingan pribadi Terdakwa II" (hlm 9);
d. Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina di-ott KPK dengan temuan uang SGD38.000,- (setara Rp400.000.000). Terdakwa I dan Terdakwa II diamankan oleh anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama dengan barang bukti berupa uang sejumlah SGD 38.000,00 (tiga puluh delapan ribu Dollar Singapura) yang sedianya akan diserahkan oleh Terdakwa II kepada Terdakwa I (hlm 9);
Sehingga total dana yang telah diberikan Harun Masiku adalah Rp1,25 Milyar dari total komitmen Rp1,5M.
Berdasarkan pertimbangan Hakim pada putusan dengan terdakwa Wahyu Setiawan & Agustiani Tio ini seharusnya sudah dapat dipahami bahwa seluruh sumber dana pemberian pada Wahyu Setiawan untuk pengurusan pencalegan Harun Masiku adalah berasal dari Harun Masiku. Tidak ada satupun bagian pertimbangan Majelis Hakim mulai dari PN sampai MA yang menyebut sumber dana suap Harun Masiku dari Hasto Kristiyanto.
Sepatutnya semua pihak, apalagi KPK sebagai penegak hukum menghormati dan mempedomani Putusan tersebut. Kalaupun terdapat fakta baru yang paling mungkin terjadi adalah jika Harun Masiku ditemukan dan memberikan keterangan.
Karena itu, seharusnya KPK tidak secara prematur menetapkan klien kami sebagai tersangka. Tidak elok jika penegak hukum mencoba mencari-cari kesalahan apalagi jika sampai “merangkai” cerita demi menarget pihak-pihak tertentu, apalagi jika karena ada kepentingan politik yang mendorong.
"Hal ini menurut kami dapat merusak prinsip dan semangat penegakan hukum yang seharusnya independen dari kekuasaan manapun."
Selain fakta sidang yang secara jernih dan terang menunjukkan tuduhan KPK terhadap klien kami terbantahkan, khususnya terkait tuduhan klien kami turut memberikan uang untuk kepentikan Harun Masiku, secara logis dalam dunia politik tidak masuk akal klien kami yang menjabat sebagai Sekjen PDI Perjuangan begitu memperhatikan sampai harus memberikan uang untuk meloloskan Harun Masiku. Apa kepentingan klien kami terhadap seorang Harun Masiku?
Sebagai Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto bertugas memperhatikan ratusan bahkan ribuan caleg untuk kepentingan organisasi. Maka seharusnya tidak logis jika Sekjen harus mengeluarkan uangnya untuk mengurus kepentingan satu orang caleg.
"Sekali lagi, kami tidak akan lelah mengajak KPK untuk menegakkan hukum secara benar. Bukan berdasarkan ambisi pihak-pihak tertentu, dan bukan karena sedang berselancar dalam konflik politik, apalagi jika hanya untuk memenuhi pesanan politik tertentu," jelasnya.
KPK wajib berpedoman pada Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Jangan sampai ada pihak-pihak yang membangkang pada hukum dan mencari cara untuk menyiasati hukum dengan kewenanganya. Hal itu adalah bentuk kesewenang-wenangan dalam penegakan hukum. Jangan sampai hal tersebut terjadi dan berlarut-larut.
"Pak Hasto juga sudah menegaskan sikapnya untuk menghadapi hal ini. Sekalipun hal tersebut merupakan cara-cara curang dan tidak etis dalam proses hukum yang kami yakini sangat berbahaya bagi demokrasi. Hormat Kami," pungkasnya.