Jakarta, Gesuri.id - Wakil Gubernur Kalimantan Barat Krisantus Kurniawan menyoroti aturan pemerintah pusat yang dinilai kontradiktif terkait status dan penggajian guru non-ASN.
Menurut Krisantus, aturan yang bertentangan antara Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023, yang melarang pengangkatan tenaga honorer setelah Desember 2024, dengan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2022, yang memperbolehkan pembayaran guru non-ASN menggunakan dana BOS, berpotensi menimbulkan multitafsir dan berimplikasi pada kebijakan daerah.
BaCa: Ganjar Pranowo Mempertanyakan Klaim Sawit Sebagai Aset Nasional
"Kami dari Pemprov Kalbar, Disdikbud, Kepala BKD, Inspektorat, tiga hari ini melakukan konsultasi dan koordinasi terkait dengan UU nomor 20 tahun 2023 dimana batas akhirnya per Desember 2024, tidak boleh mengangkat lagi tenaga honor / Non-ASN. Hal ini tentunya bertentangan dengan Permendikbud nomor 23 tahun 2022 yang mana memperbolehkan membayar dari dana BOS. Oleh karenanya kami pemprov Kalbar melakukan koordinasi ke Kemendagri, Kemendikdas, dan Komisi X DPR RI,” ucap Krisantus.
Menurutnya, langkah ini diambil, agar tidak terjadi multitafsir yang mengakibatkan kebijakan yang dianggap sebagai kerugian negara.
“Untuk mendapatkan kepastian hukum sehingga tak menjadi multi tafsir dalam membayarkan honor/ tenaga kontrak nonASN. Karena tentu jika kita tak melakukan penggajian dan koordinasi yang efektif, kita khawatir dalam pemeriksaan keuangan daerah dapat menjadi temuan, sehingga kami memerlukan satu kepastian hukum dari pempus yang inkrah yang dapat kami laksanakan di daerah, dalam rangka membangun provinsi di seluruh Indonesia ini,” tambahnya.