Jakarta, Gesuri.id - Rektor Universitas Pertahanan (Unhan) Indonesia, Laksamana Madya TNI Dr. Amarulla Octavian, mengatakan Indonesia memerlukan pembenahan internal dalam memahami pentingnya kesadaran penguasaan wilayah maritim (maritime domain awareness/MDA) Nusantara.
Bahwa, lanjutnya, maritim bukan sekedar soal laut saja, namun juga ruang udara di atasnya.
Demikian disampaikan Laksamana Madya TNI Dr. Amarulla Octavian pada webinar bertajuk "Paradigma Baru Maritime Domain Awareness Indonesia" dalam rangka memperingati Hari Maritim Nasional 2020, Rabu (23/9).
Baca: Rektor Unhan Tekankan Penguasaan Teknologi Roket
Di acara itu, hadir juga Dirut PT. Pendidikan Maritim dan Logistik Indonesia Chiefy Adi Kusmargono, Direktur Nasional Maritime Institute Siswanto Rusdi, dan Dosen Departemen Sejarah UI Bondan Kanumoyoso.
Secara konseptual, Amarulla menerangkan MDA awalnya dikembangkan oleh militer Amerika Serikat (AS).
Intinya, ia menjelaskan militer negara tersebut mengumpulkan informasi dan intelijen dari berbagai sumber yang selanjutnya diolah untuk menghasilkan operasi demi kepentingan pengamanan maritimnya.
Baca: #UnhanWorldPeaceDay, Unhan Serukan Budaya Damai di Pilkada
Namun lewat MDA pula, ujarnya, lewat berbagai perjanjian, operasi, AS bisa mengamankan kepentingan politik mereka di seluruh dunia.
Laksamana Madya TNI Dr. Amarulla Octavian mencatat Indonesia memiliki wilayah lautan yang luas. Ia bahkan menyebut laut menjadi tempat pertemuan kepentingan antar berbagai pihak, baik dalam wadah kerjasama maupun konflik.
Ia mencontohkan di bidang ekonomi, laut merupakan wadah bagi kepentingan, baik sebagai eksploitasi sumberdaya alam maupun perlintasan perdagangan.
Masalahnya, Amarulla menyayangkan kerap bangsa Indonesia kurang lengkap dalam memahami situasi dan kondisi di mana kita menjalani kehidupan atas realita kemaritiman.
"Dibutuhkan kesadaran untuk melakukan pembenahan internal dalam kehidupan mendasar Bangsa Indonesia untuk mengakui jatidiri sebagai Bangsa Maritim," kata Amarulla.
Lebih lanjut, Amarulla mengatakan, selama ini memang MDA identik dengan penggunaan teknologi yang terkait dengan penginderaan dan pertukaran informasi.
Baca: Perdamaian Dunia, Sekjen Hasto Jadi Narsum di Webinar UNHAN
Namun aslinya, ungkapnya, ada sisi lain yaitu MDA membutuhkan ”pembenahan” yang bersifat non fisik. Yang dimaksudnya tentu soal perspektif melihat sektor kemaritiman dari semua pemangku kepentingan maritim.
Karena itulah Amarulla mengusulkan paradigma baru MDA, yang semula ditujukan semata menjamin keamanan dari segala bentuk ancaman keamanan maritim, menjadi ditujukan juga untuk keselamatan dan perlindungan.
"Jadi keselamatan bernavigasi dan perlindungan ekosistem kelautan juga harus menjadi fokus MDA," imbuhnya.
"Paradigma MDA baru juga ditujukan untuk memandang seutuhnya wilayah maritim sebagai satu kesatuan yang utuh mulai dari ruang laut hingga ruang udara di atas laut," pungkasnya.
Sementara itu, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa laut adalah halaman depan NKRI.
“Doktrin Indonesia sebagai poros maritim dunia telah mendorong bagaimana paradigma negara kelautan tersebut selain memiliki akar historis, dan kultural yang kuat, juga membuka ruang bagi kepemimpinan Indonesia bagi dunia melalui pendayagunaan seluruh faktor geopolitik sebagai negara maritim-kepulauan terbesar di dunia,” ujar Hasto yang juga mahasiswa program doktoral Universitas Pertahanan, Rabu (23/9).
Baca: Ambil S3 di Unhan, Hasto Ingin Perkuat Geopolitik Indonesia
Menurut Hasto sudah tepat untuk terus menggelorakan semangat Jalesveva Jayamahe (di laut justru kita jaya).
Sebab, lanjutnya, Indonesia sebagai titik temu dan sintesa peradaban dunia, saatnya mengedepankan konsepsi kedaulatan politik dan ekonomi dengan mendayagunakan seluruh sumber daya maritim.