Jakarta, Gesuri.id - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan proses pembahasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) sudah didiskusikan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak lama, serta sudah menampung berbagai masukan dari publik.
Hal ini ia sampaikan merespons kritik dari sejumlah pihak atas ketentuan dalam UU ASN yang membuka pintu bagi prajurit aktif TNI-Polri menduduki jabatan sipil.
"Itu sudah didiskusikan di DPR, lama diskusinya, sudah lebih dari dua tahun," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (8/11/2023).
Mahfud menuturkan, proses pembentukan UU ASN pun sudah dimulai sejak periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo meski baru diteken oleh Jokowi pada November 2023.
Selama proses tersebut, akhirnya disepakati bahwa TNI-Polri berhak mengisi jabatan sipil lewat UU ASN. Menurut Mahfud, hal itu menandakan bahwa masukan-masukan dari masyarakat terkait isu tersebut sudah ditampung oleh pembentuk undang-undang.
"Kalau keputusannya seperti itu, diskusinya secara politik dan masukan-masukan dari masyarakat itu sudah ditampung dan menghasilkan undang-undang yang seperti itu," kata Mahfud.
Salah satu poin dalam UU AASN adalah prajurit TNI dan anggota Polri kini bisa mengisi jabatan ASN tertentu, seperti tertuang dalam pasal 19. Jabatan ASN tertentu yang dimaksud adalah instansi pusat sesuai dalam UU TNI dan UU Polri. Nantinya, ketentuan lebih lanjut mengenai jabatan ASN yang bisa diisi TNI dan Polri akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP).
Sementara itu, pasal 20 menyebutkan bahwa pegawai ASN juga bisa menduduki jabatan di lingkungan TNI dan Polri sesuai kompetensi yang dibutuhkan. Pakar hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, aturan dalam UU ASN baru itu bisa mengembalikan dwifungsi militer.
Dwifungsi merupakan kebijakan pada masa Orde Baru (Orba) yang membuat militer memiliki dua fungsi, yakni sebagai kekuatan militer dan fungsi pemegang kekuasaan atau pengatur negara. Menurut Feri, aturan ini berarti tidak menjalankan Pasal 30 Undang-Undang Dasar 1945.
"TNI dan kepolisian itu untuk pertahanan dan keamanan, bukan birokrasi sipil," kata Feri kepada Kompas.com, Minggu (5/11/2023).