Jakarta, Gesuri.id - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) yang juga bakal calon wakil presiden (cawapres), Mahfud MD mengatakan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengambil keputusan terkait syarat usia minimal capres dan cawapres. Jelasnya, keputusan tersebut final dan mengikat.
Putusan MK tersebut dinilainya memang menyalahi sejumlah asas. Namun, segala perdebatan yang terjadi, keputusan MK sudah final dan mengikat, sehingga harus ditaati oleh semua pihak.
"Kalau kita berdebat lagi soal itu, nanti malah ada alasan untuk membuat sesuatu yang lebih berbahaya bagi bangsa ini. Tetapi bagi yang pernah terjadi, itu tidak boleh terjadi lagi ke depannya," ujar Mahfud di M Bloc Space, Jakarta, Senin (23/10/2023).
Setidaknya, ada dua asas yang dilanggar MK dalam putusan yang membuat Gibran Rakabuming Raka dapat maju sebagai bakal cawapres. Pertama adalah asas nemo judex in causa sua atau tidak boleh ada yang menjadi hakim yang terkait kepentingannya sendiri.
Dalam hal ini, ia melihat adanya konflik kepentingan dari Ketua MK Anwar Usman. Diketahui, Anwar adalah adik ipar dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan paman dari Gibran.
Sedangkan yang kedua, MK tak berwenang untuk mengubah materi dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Sebab, itu merupakan tugas DPR sebagai lembaga pembuat undang-undang.
"MK itu tugasnya bukan membuat, tapi membatalkan, tugas utamanya, ini batal gitu loh. Tapi ini tidak batal, tapi ditambah gitu, itu sebenarnya nggak boleh, kalau aturannya," ujar Mahfud.
Kendati demikian, ia sekali lagi mengatakan bahwa putusan MK final dan mengikat. Putusan tersebut final dan mengikat. Dengan begitu, Prabowo Subianto yang sudah berumur 72 tahun pun tetap bisa mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai bakal capres. Termasuk memasangkannya dengan Gibran.
"Ya sudah, Pak Prabowo dipersilakan untuk terus mendaftar besok karena menurut putusan MK boleh 70 tahun dan Gibran juga boleh," ujar Mahfud.
"Karena menurut putusan MK, meskipun belum 40 tahun asal sudah pernah menjadi kepala daerah itu boleh. Itu kan putusan MK," katanya.
Namun, soal tepat atau tidaknya putusan MK, menurut dia, itu hal yang lain. Jika memang ada kontroversi di baliknya, ia tetap menegaskan bahwa putusan tersebut final dan mengikat.
"Soal kecurigaan terhadap hakim yang misalnya ada keterikatan emosional dengan pihak tertentu, kemudian mekanismenya ada permainan di balik meja. Ada operasi dari seseorang ke rumah-rumah ibu hakim, istri hakim, dan sebagainya, itu nanti. Kita serahkan ke tim Majelis Kehormatan hakim yang katanya sudah akan dibentuk," ujar mantan ketua MK itu.