Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi III DPR dari fraksi PDI Perjuangan, Arteria Dahlan meminta Polri untuk jemput bola, bila perlu mendatangi Menko Polhukam Mahfud MD dan memeriksa yang bersangkutan terkait pernyataannya yang mengungkap adanya permainan aparat membekingi mafia sehingga harus disikapi serius oleh penegak hukum.
Baca: Hasto Tepis Tuduhan Amien Rais soal Gagalnya Partai Ummat
Menurut Arteria, Mahfud tidak mungkin asal bicara, karena memiliki informasi yang cukup untuk menyampaikan keluhannya itu. Maka penting bagi penegak hukum untuk menindaklanjuti dengan menyakan kepada yang bersangkutan terkait tambang-tambang ilegal yang dibekingi aparat.
“Saya pikir apa yang disampaikan beliau tentu didasarkan pada fakta, paling tidak adanya informasi pendahuluan yang cukup. Nah tinggal aparat penegak hukum terkait jemput bola. Tanyakan ke beliau apa yang dimaksud beking, siapa mereka di tambang-tambang atau praktik ilegal mana saja yang dimaksud,” kata Arteria, di Jakarta, Kamis (15/12).
Dia mengingatkan agar polemik ini tidak menjadi liar hingga mendiskreditkan aparat atau institusi penegak hukum. Artinya, harus ada penindakan yang tepat agar pernyataan Mahfud terkait kolaborasi aparat dengan mafia tidak menjadi isu yang berkepanjangan dan tidak ada upaya hukumnya.
Sebagai contoh, kalau dibiarkan isu ini akan kembali menyerang institusi Polri, padahal di Polri sendiri Pak Kapolri kan secara kasat mata sudah begitu kooperatif bahkan pro aktif untuk melakukan bersih-bersih terkait tambang ilegal ini,” tuturnya.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD mengeluhkan tingkah aparat yang membekingi mafia. Adanya peran aparat di balik eksistensi mafia tambang hingga mafia tanah membuat laporan masyarakat sulit ditindaklanjuti. Malahan, Mahfud mengaku anak buahnya dibuat mati langkah lantaran tak mampu mengatasi persoalan.
Baca: Nomor 3 Lagi di Pemilu 2024, Hasto: Melekat di Hati Rakyat
Mahfud mengaku sudah membentuk tim untuk menyelesaikan banyaknya laporan masuk terkait aparat membekingi mafia ke mejanya. Namun tim tersebut terbentur gaya birokrasi bertele-tele, lantaran pejabat penegak hukum yang menerima laporan itu dimutasi dan pejabat baru enggan menyelesaikannya.
“Ketika akan diselesaikan, persoalan tersebut menjadi sulit karena salah satunya ada oknum aparat penegak yang membekingi,” kata Mahfud.