Jakarta, Gesuri.id - Mantan Wakapolri Komjen Pol. (Purn.) Drs. Oegroseno SH menyatakan pihaknya menilai KPK telah melakukan tindakan hukum yang aneh dan memalukan terhadap Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
KPK mendakwa Hasto dengan pasal penyuapan dan menghalangi penyidikan terhadap Harun Masiku. Sidang kasus ini sudah dimulai setelah KPK secepat kilat melimpahkan berkas dakwaan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Saya melihat dakwaannya terlalu dilebih-lebihkan. Kemudian pasal-pasal pidana pokoknya tidak jelas," ujar Oegroseno kepada awak media, Jumat (14/3/2025).
"Proses (KPK terhadap Hasto) ini sangat memalukan dan sangat aneh. Bagi saya memalukan buat penegak hukum," tegas Oegroseno.
Baca: Kata Ganjar Pranowo Soal Rencana KIM Plus Jadi Koalisi Permanen
Menurut Oegroseno, pasal yang dipakai KPK dengan menyatakan Hasto menghalangi penyidikan serta dikaitkan dengan penyuapan sangatlah sulit dibuktikan.
"Pasal penyuapan itu menurut saya paling susah dibuktikan. Karena enggak ada orang menyuap lapor polisi, tidak ada. Ini pasal yang aneh," tegasnya.
Sebagai sosok yang sudah puluhan tahun bergelut dengan penegakan hukum, Oegroseno mengaku malu melihat apa yang dilakukan KPK dalam kasus yang ditujukan kepada Hasto.
"Jadi selama saya menjadi penegak hukum, baru melihat proses persidangan dengan dakwaan seperti sekarang ini. Sangat malu lah kita," tegasnya.
Terkait adanya 12 penyidik KPK yang diperiksa terkait dugaan pelanggaran dalam proses hukum terhadap Hasto, Oegroseno menilai tindakan penyidik KPK memang tidak wajar.
Dari beberapa kali proses yang terjadi, Oegroseno melihat setidaknya dua kejanggalan yang menjurus pada pelanggaran.
Pertama, perampasan tanpa payung hukum KUHAP.
"Ada tas pengawal Hasto yang dirampas. Itu tidak diatur di KUHAP. Kalau di Amerika itu (penyidik) dipecat," tegas Oegroseno.
Kedua, mengerahkan 8 unit mobil saat penggeledahan.
"Waktu penggeledahan, mobil sebanyak 8 buat apa? "Ini pasal-pasal enggak jelas, gitu loh," tandasnya.
Oegroseno memaparkan, pasal menyuapan yang diatur dalam pasal 5 UU 31/1999 memang tidak jelas itu. Pasal yang kemudian ditujukan kepada Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto itu mengada-ada.
"Pasal mengada-ngada. Pasal KUHAP dipindah ke UU Pemberantasan Korupsi. Kemudian ancaman hukuman diubah menjadi satu tahun ke atas. Ini menurut saya pasal yang abal-abal," tandasnya.
Kemudian terkait langkah cepat KPK melimpahkan perkara ke pengadilan atau P21, Oergroseno menilai itu sangat aneh dan sangat jarang terjadi.
"Karena pemberkasan perkara dengan dakwaan seperti itu butuh waktu paling 3-4 bulan. Kalau hanya beberapa minggu dilimpahkan, menurut saya sangat aneh," jelasnya.
"Pasal pokoknya Harun Masiku saja belum disidangkan. Dan kalau pun Harun Masiku disidangkan, pasalnya apa juga tidak jelas," lanjut Oegroseno.
Baca: Ganjar Pranowo Dukung Efisiensi Anggaran
Menurut Oegroseno, yang tak kalah anehnya adalah, terkait dakwaan yang banyak menyalin perkara yang sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Yang dimaksudnya adalah perkara dengan terpidana Wahyu Setiawan, Agustina Tio, dan Saeful Bahri.
Oegroseno bahkan berpendapat hal ini tidak bisa dilakukan, bahkan sangat tidak masuk akal.
"Seharusnya tidak bisa (mendaur ulang perkara yang sudah inkrah). Sudah selesai. Kenapa tidak proses dulu. Kalau dianggap dulu merintangi, diproses yang dulu. Kan setelah 2019 ke 2025. Sangat tidak masuk akal," tegasnya.
"Proses (KPK terhadap Hasto) ini sangat memalukan dan sangat aneh. Bagi saya memalukan buat penegak hukum," tuntas Oegroseno.