Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Matindas J Rumambi mengatakan, Sekolah Rakyat yang ditujukan bagi anak-anak kategori miskin ekstrem desil 1 dan desil 2 pada Pemanfaatan Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) berkonsep boarding school atau asrama itu menimbulkan berbagai pertanyaan.
Pertama dalam hal anggaran, dengan target yang akan diusulkan sebanyak 200 Sekolah Rakyat.
Matindas J Rumambi menyampaikan, anggaran tersebut dapat dialokasikan untuk memperbaiki dan menambah ruang kelas belajar pada sekolah SD, SMP, SMA, yang eksisting saat ini.
Tentu akan menambah jumlah peserta didik yang dapat ditampung. Apalagi saat ini banyak ditemukan sekolah yang kekurangan peserta didik di berbagai daerah.
"Lebih baik jika peserta didik yang masuk dalam desil 1 dan 2 DTSEN tersebut dialokasikan ke sekolah umum yang ada dan dipastikan biaya pendidikannya gratis," kata Matindas J Rumambi, Kamis (17/4/2025).
Selanjutnya, Matindas juga mempertanyakan mutu pendidikan dan kurikulum Sekolah Rakyat, apakah akan sama dengan standar pendidikan nasional.
Itupun masih terdapat banyak sekolah yang membutuhkan bantuan pemerintah dalam hal peningkatan fasilitas belajar seperti perpustakaan, komputer, alat peraga pendidikan, peningkatan kualitas guru pengajar, buku-buku belajar.
"Jika tujuan Sekolah Rakyat itu meningkatkan mutu pendidikan, seharusnya Sekolah Rakyat menjadi tanggung jawab Kemendikdasmen, sehingga tidak tumpang tindih Kementerian Sosial mengurusi urusan pendidikan, namun dapat fokus dalam memberikan perlindungan dan pemberdayaan sosial," jelas Legislator PDI Perjuangan asal Dapil Sulawesi Tengah tersebut.
Terakhir, anggota Komisi VIII DPR RI itu juga mengkhawatirkan Sekolah Rakyat berpotensi menciptakan sistem pendidikan yang ekslusif karena dikhususkan untuk golongan miskin ekstrem.
Pelajar Sekolah Rakyat hanya akan bergaul di sekolah dengan kasta yang sama, terlepas dari sosialisasi masyarakat yang sebenarnya berasal dari berbagai tingkatan ekonomi.
Dikhawatirkan menimbulkan stigma dan diskriminasi baru di dunia pendidikan dan memperburuk kesenjangan sosial.
"Menteri Sosial dan jajarannya harus betul-betul membuat perencanaan yang matang mengenai Sekolah Rakyat, tidak perlu tergesa-gesa. Jangan sampai Sekolah Rakyat malah berakhir dikesampingkan di dunia pendidikan dan penggunaan anggaran menjadi sia-sia di tengah efisiensi anggaran dan ketidakpastian ekonomi global," pungkasnya.
Sumber: palu.tribunnews.com