Surabaya, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam meminta Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi harus pandai membatasi barang impor, karena kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Level 3 dan 2 di sejumlah daerah membuat produktivitas industri menurun.
"Belum bisa diprediksi sampai kapan PPKM Level 2 dan 3 diberlakukan. Pelaku industri dalam negeri yang mengalami penurunan produktivitas harus mendapat dukungan dari pemerintah, termasuk perlindungan dari terjangan barang konsumsi impor," kata Mufti, dalam siaran persnya di Surabaya, Kamis (11/2).
Dengan produktivitas yang menurun, kata dia, dunia industri dalam negeri bisa kehilangan momentum dan peluang untuk bisa bangkit dari dampak pandemi. Sementara di sisi lain, negara-negara industri lain sejauh ini tetap menjalankan aktivitas produksi seperti biasa.
Baca: Mufti Nilai Kebijakan Airlangga Soal Minyak Goreng Gagal
"Ini kan ibarat baru mau bangkit, eh kena PPKM lagi. Maka sebenarnya ini adalah momentum agar pemerintah benar-benar punya kebijakan yang memprioritaskan industri dalam negeri," tuturnya.
Mufti mengatakan, ada dua jalan yang bisa dilakukan pemerintah, yakni yang pertama melakukan pembatasan impor barang konsumsi dengan memetakan ketersediaan barang substitusi yang telah diproduksi di dalam negeri.
"Kementerian Perdagangan harus punya petanya, jangan gampang mengizinkan impor. Harus pandai-pandai. Misalnya produk elektronik, kan sebenarnya banyak yang diproduksi di dalam negeri, tapi tetap saja kalah bersaing dengan impor. Misalnya AC, lampu dan sebagainya. Investasi sudah di Indonesia, mestinya ada sedikit proteksi dari pemerintah agar pasarnya berkembang, jangan langsung diadu dengan impor,” ujar politisi PDI Perjuangan itu.
Langkah kedua, kata Mufti, adalah memperkuat kolaborasi Kemendag dan Kementerian Perindustrian untuk mendorong tumbuhnya pelaku industri dalam negeri. Dua lembaga itu harus bergerak sinergis, tidak boleh saling membelakangi.
Baca: Tanggapi Pernyataan Bahlil, Mufti Tekankan Hal Ini
"Kemendag berkepentingan memastikan pasokan barang tersedia di masyarakat. Tentu tidak boleh segala cara pokoknya barang ada, meskipun impor. Sementara Kemenperin berkepentingan membangun industri dalam negeri. Jadi keduanya harus sinergis,” tuturnya.
Dia mengatakan, PPKM mestinya menjadi momentum untuk merapikan kerja pengaturan perdagangan yang bisa berdampak pada penguatan industri. Dia menilai hal itu terlewat. Impor barang konsumsi tetap tinggi, bahkan tahun lalu meroket 37 persen dibanding tahun sebelumnya menjadi 20 miliar dolar AS.
"Kalau kami tidak aware pada penguatan industri dalam negeri melalui kebijakan perdagangan yang adil, ya sampai kapan pun impor tetap merajalela," katanya.