Jakarta, Gesuri.id - Tujuh narapidana kasus narkoba melarikan diri dari Rutan Kelas 1 Salemba, Jakarta, pada Selasa (12/11/2024) dini hari.
Para narapidana tersebut melarikan diri dengan memanfaatkan gorong-gorong di area belakang rutan, setelah mereka merusak jeruji besi dan menembus beton yang menghalangi akses ke jalur pelarian ini.
Kejadian tersebut memicu pertanyaan serius tentang bagaimana standar keamanan dan pengawasan di Rutan Salemba dapat ditembus hingga meloloskan tujuh narapidana kabur dalam waktu yang bersamaan.
Sementara itu, muncul banyak dugaan serta pertanyaan bagaimana ketujuh napi tersebut dapat memperoleh akses ke peralatan tertentu yang memungkinkan mereka melakukan pelarian.
Dugaan sokongan pihak ketiga pun semakin menguat.
Hingga kini, penyelidikan intensif terus dilakukan untuk mengungkap bagaimana para narapidana tersebut dapat meloloskan diri dari pengawasan.
Wakil Ketua Komisi III DPR, Andreas Hugo Pareira, menyatakan perlunya evaluasi mendalam terhadap keamanan di Rutan Salemba yang notabene adalah rutan kelas 1.
"Hari ini kita mendengar berita yang sangat mengejutkan bahwa di rutan kelas 1 seperti Salemba terjadi peristiwa pelarian tujuh napi sekaligus. Seharusnya, rutan dengan klasifikasi ini memiliki sistem pengamanan dan pengawalan yang sangat ketat untuk mencegah hal-hal seperti ini," jelasnya, dikutip Rabu (13/11/2024).
Menurutnya, peristiwa ini mencerminkan adanya kelalaian serius dalam sistem pengawasan yang diterapkan.
Andreas memastikan bahwa Komisi III akan melakukan kunjungan lapangan ke Rutan Salemba dalam waktu dekat guna melakukan peninjauan langsung terhadap mekanisme pengamanan di sana.
Andreas juga menyampaikan adanya potensi keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.
Ia menyebutkan bahwa para napi di dalam rutan umumnya tidak memiliki akses terhadap peralatan khusus yang memungkinkan mereka membobol jeruji besi.
"Tidak mungkin para narapidana dapat menjebol tralis besi tanpa bantuan alat tertentu. Bahkan, secara logis saja sulit membayangkan bagaimana tangan manusia bisa menembus tralis dengan kekuatan besi yang sedemikian kokoh. Kemungkinan besar ada bantuan peralatan dari pihak tertentu, baik dari dalam maupun dari luar rutan," jelas Andreas.
Ia juga menambahkan bahwa jika bantuan alat ini memang disuplai oleh pihak luar.
Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan konspirasi dan kolaborasi antara pihak-pihak di dalam dan di luar rutan yang harus segera diusut secara tuntas.
Komisi III DPR mendesak adanya investigasi yang menyeluruh dan transparan untuk mengungkap siapa saja yang bertanggung jawab atas kaburnya para narapidana ini.
Menurut Andreas, tidak hanya Kalapas dan petugas yang berjaga saat kejadian yang harus diperiksa, namun juga seluruh sistem keamanan dan prosedur yang diterapkan di Rutan Salemba perlu ditinjau ulang.
Ia mengimbau agar proses investigasi dilakukan secara terbuka sehingga publik dapat mengetahui bagaimana peristiwa ini bisa terjadi.
"Pihak pertama yang bertanggung jawab adalah Kalapas serta petugas yang berjaga saat itu. Harus ada punishment yang tegas, baik bagi yang lalai atau yang terbukti terlibat," kata Andreas.
Lebih lanjut, Andreas menekankan pentingnya keterbukaan dalam investigasi ini agar tidak ada pihak yang dilindungi atau upaya untuk menutupi fakta yang sebenarnya.
Sumber: www.akurat.co