Jakarta, Gesuri.id - Kepala Sekretariat DPP Banteng Muda Indonesia (BMI) Narendra Kartiyasa Kiemas memaparkan mengenai keberadaan 'mafia' alat-alat kesehatan di Indonesia.
Menurut Narendra, alat kesehatan merupakan berbagai macam alat untuk menunjang kesehatan seseorang diluar obat obatan. Dari jarum suntik sampai peralatan MRI bisa disebut sebagai alat kesehatan profesional.
Baca: Distribusi Sembako Jabodetabek Gandeng PT Pos Indonesia
"Sejak ada Rumah Sakit (RS) sudah ada mafia alat kesehatan dan mafia farmasi, mereka menjual alat kesehatan baik ke klinik maupun ke RS Swasta ataupun Pemerintah. Dahulu pemainnya sedikit, mungkin karena pemerintah saat pak Soekarno dan awal pak Soeharto masih menfokuskan diri ke pertanian," papar Narendra.
Era setelah 1998, lanjut Narendra, semakin marak perusahaan yang bermain di alat kesehatan. Mereka ditunjang oleh moderinisasi RS. Dan mereka pun menjual langsung door to door ke RS atau Klinik. Ekonomi pun kian kapitalis, namun mafia alat kesehatan masih belum berkembang seperti setelah tahun 2004.
"Memasuki era 2004, setelah ekonomi Indonesia membaik, mulai lah mafia alkes merajalela, dikarenakan alkes tidak punya harga. Hargapun dapat di mark up, dan pemerintah saat itu belum punya buku pedoman harga alkes. Kalau semen ada HET-nya, alkes gak pernah ada. Jarum suntik bisa harga Rp1000, bisa juga dijual di apotek 10 ribu," ujar Narendra.
Kemudian, lanjut Narendra, Rumah Sakit juga tidak mungkin membeli semua alat kesehatan. Disinilah mafia alkes merajalela. Mereka menyewakan alat kesehatan kepada rumah sakit, dan menyebabkan Rumah Sakit di Indonesia mahal.
Narendra pun mengungkapkan, hampir semua RS itu menyewa alkes. Jarang ada RS yang membeli alkes, kecuali RS Pemerintah. Itupun hanya alat alat besarnya saja.
"Mafianya dimana sih? Jadi yang ada itu sindikasi perusahaan alkes yang menyebabkan harga alat kesehatan itu disama-ratakan, artinya mau alat dari Jerman atau Amerika harganya hampir sama. Kecuali buatan Korea, Jepang sama China," ujar Narendra.
Namun, lanjut Narendra, saat ini hampir semua produk alkes itu dimiliki beberapa group. Dan beberapa group ini semua berkaitan kepemilikannya. Jadi, lebih tepatnya disebut sebagai kartel alkes, meskipun susah dibuktikan secara terang-terangan.
Baca: Distribusi Sembako Jakarta Hari Ini, Bukti Negara Hadir
Lalu, bagaimana cara membasmi mafia/kartel/sindikasi alkes ini?
Narendra mengungkapkan, cara membasminya sebenarnya cukup mudah selama Menteri BUMN dan Menteri Kesehatan tegas.
"Pemerintah hanya harus membeli langsung dari perusahaan produsen, tidak ada lagi distributor A, B dan C. Jadi yang beli produk adalah perusahaan BUMN ke Produsen, kemudian Pemerintah harus tidak memberikan pajak kepada Alkes yang dibeli pemerintah dan memberikan pajak cukup besar untuk penjualan kepada swasta. Pemerintah harus bisa memproduksi alkes yang seharusnya bisa di produksi di dalam Negeri," ujar Narendra.
"Dengan 3 cara ini, dan tidak ada korupsi di pemerintahan, mafia/kartel /sindikasi alkes pasti dapat dibasmi," tambahnya.