Jakarta, Gesuri.id - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, I Nyoman Parta, menilai draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian yang baru belum menunjukkan perbedaan signifikan dibanding regulasi sebelumnya.
Menurutnya, masih terdapat tantangan besar dalam penguatan koperasi yang perlu diakomodasi dalam RUU ini.
“Kita tahu bahwa koperasi saat ini menghadapi banyak masalah, salah satunya stigma bahwa koperasi hanyalah sekadar tempat bagi mereka yang kesulitan mengakses kredit perbankan. Ditambah lagi dengan berbagai penyimpangan dalam praktik koperasi,” kata Parta, dikutip pada Rabu (2/4/2025).
Ia menekankan bahwa reformasi koperasi harus lebih progresif dan tidak sekadar menjadi entitas yang dikuasai segelintir orang.
“Saat ini koperasi seolah hanya menjadi milik segelintir individu, sehingga anggota kehilangan kekuasaan dalam pengelolaannya,” tegasnya.
Salah satu isu utama yang disorot adalah perbedaan antara koperasi tertutup dan terbuka. Ia menilai bahwa banyak koperasi telah beroperasi seperti bank, di mana anggota lebih diperlakukan sebagai nasabah, bukan sebagai pemilik.
“Ini menyebabkan hubungan antara anggota dan koperasi hanya sebatas transaksi simpan pinjam, tanpa kepedulian terhadap keberlanjutan koperasi itu sendiri,” jelasnya.
Parta menekankan bahwa dalam revisi UU Perkoperasian, harus ada ketegasan terhadap koperasi yang sudah beroperasi seperti perbankan.
“Jika koperasi sudah beroperasi layaknya bank, maka sebaiknya tidak lagi dikategorikan sebagai koperasi, atau bisa juga dijadikan sebagai perseroan terbatas milik koperasi,” imbuh Parta.
Ia pun membandingkan perkembangan koperasi di luar negeri, seperti di Swiss, Malaysia, dan Filipina, yang meski tanpa Menteri Koperasi, justru memiliki fondasi ekonomi koperasi yang kuat.
“Sementara di Indonesia, meskipun kita memiliki Pasal 33 UUD 1945 dan sila kelima Pancasila, koperasi kita justru masih rapuh dan kalah oleh sistem ekonomi oligarki,” katanya.
Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa penyusunan RUU Perkoperasian yang baru harus memberikan arah yang jelas menuju demokrasi ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
“Tanpa demokrasi ekonomi, koperasi tidak akan bisa berkembang sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa, yaitu membangun sistem ekonomi yang adil dan mensejahterakan,” pungkasnya.
Sumber: barometerbali.com