Ikuti Kami

Ono Surono Miliki Tekad Kuat Untuk Sejahterakan Nelayan

Ono tumbuh di lingkungan nelayan karena orang tuanya merupakan ketua koperasi dan pemilik kapal.

Ono Surono Miliki Tekad Kuat Untuk Sejahterakan Nelayan
Anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono menjadi salah satu aktor terciptanya Undang-undang (UU) Nomor 7/2016 tentang Perlindungan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.

Wakil rakyat dari daerah pemilihan (Dapil) Jabar VIII itu memilih terjun ke politik setelah melihat banyaknya problem yang menjerat nelayan. Kepedulian Ono terhadap nelayan itu tak lepas dari keluarganya. Ono tumbuh di lingkungan nelayan karena orang tuanya merupakan ketua koperasi dan pemilik kapal.

"Jadi, dari kecil tahu soal aktivitas nelayan. Saya juga berinteraksi dengan anak-anak nelayan waktu kecil. Singkatnya, menjadikan saya termotivasi masuk di jalur politik, karena saat itu jarang sekali pengusaha di bidang perikanan, atau aktivis nelayan yang ingin menjadi pejabat politik," Kata Ono seperti yang dikutip melalui laman detik.com.

Ono melihat banyak masalah yang menjerat nelayan, seperti sulitnya permodalan, kurang representatifnya tempat pelelangan ikan, masalah kebutuhan BBM, fasilitas tambat dan labuh, hingga masalah sungai dan muara yang dangkal. Ono mantap terjun ke politik dan maju sebagai calon anggota DPRD Indramayu pada 2004. Politikus PDI Perjuangan itu akhirnya terpilih.

Baca: Ganjar dan Ono Lari Pagi Bersama Warga Kota Cirebon

Namun, setelah terpilih. Ono mengaku tak punya cukup power saat menjabat sebagai anggota DPRD. Saat menjabat sebagai anggota DPRD Indramayu, Ono sadar masih ada regulasi di tingkat pusat yang belum bisa mengakomodir kepentingan nelayan di daerah. Nelayan tetap kesulitan mendapatkan modal, sarana prasarana dan lainnya.

Setelah tugasnya rampung sebagai wakil rakyat di Indramayu, akhirnya Ono memilih maju sebagai calon anggota DPR RI pada 2009. Tujuannya, bisa membuat regulasi yang lebih kuat, dengan skala nasional hingga berdampak pada daerah-daerah. Namun, Ono gagal menjadi wakil rakyat.

Politikus kelahiran 24 Agustus 1974 itu tak menyerah. Ono akhirnya mantap maju lagi sebagai calon anggota DPR RI pada 2014. Ia pun terpilih sebagai anggota DPR dari Dapil Jabar VIII.

"Itu (permasalahan kesejahteraan nelayan) yang menjadikan saya untuk berniat menjadi anggota legislatif yang paling tinggi, yang punya kapasitas untuk membuat regulasi. Hal yang pertama kali dilakukan adalah bagaimana membentuk undang-undang yang bisa melindungi pemberdayan nelayan," kata Ono yang juga menjabat sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan Jabar itu.

Ono masuk dalam panitia kerja dalam pembahasan rancangan UU tentang Perlindungan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam setelah menjabat sebagai anggota DPR. RUU itu kemudian masuk prolegnas. Dan, akhirnya disahkan menjadi UU Nomor 7/2016 tentang Perlindungan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.

"Dan, UU itulah yang pada akhirnya menjadi dasar pemerintah untuk bisa bantu nelayan, khususnya nelayan kecil kategori di bawah 30 GT (gross ton) atau 10 GT, karena kategori ini lah yang mayoritas," kata Ono.

Ono tak hanya menjabat sebagai wakil rakyat. Ia juga aktif dalam berbagai organisasi di bidang perikanan, seperti Pusat Koperasi Unit Desa (Puskud) Mina Laksana Mukti, dan Koperasi Perikanan Laut Mina Sumitra, dan lainnya. Ia berjejaring juga dengan organisasi nelayan lainnya seperti HNSI Indramayu dan Jabar, hingga koperasi dan organisasi lainnya di tingkat pusat.

Kendati UU tentang nelayan itu sudah disahkan, Ono tak menampik problem yang menjerat nelayan masih terjadi. Dan, masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.

"Perlu tetap diperjuangkan. Karena, UU itu tak bisa berdiri sendiri. APBN kita juga sangat terbatas, anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) itu sekitar Rp 6 triliun. Sehingga tak bisa dihendel pemerintah pusat sendiri," kata Ono.

Ono mendorong agara pemerintah provinsi hingga daerah membuat peraturan daerah (perda) sebagai kepanjangan tangan dari UU. "Sehingga gubernur, bupati dan wali kota punya dasar untuk bisa mengalokasikan anggaran membuat program permasalahan nelayan itu. Sekarang harus dikawal memastikan provinsi, kabupaten dan kota mempunyai perda tersebut," ucap politikus lulusan Universitas Trisakti itu.

"Saya lihat struktur APBD provinsi belum mengarah ke sana. Jadi sangat kecil program, yang berkaitan dengan nelayan di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jabar. Apalagi tiga tahun kena recofusing karena pandemi COVID-19," kata Ono menambahkan.

Menciptakan Iklim Usaha
Ono masih berjuang untuk bisa menyejahterakan nelayan, khususnya di Jabar. Ia mengatakan ada 11 daerah di Jabar yang bergerak di bidang kelautan dan perikanan. Nelayan tersebar di 11 daerah itu.

"Di Jabar itu ada dua, wilayah pantura (pantai utara) dan pansela (pantai selatan). Nah, di pantura itu problemnya aktivitas nelayan yang banyak menggunakan alat tangkap ramah lingkungan, jadi saat ini karena pemerinta tidak bisa memberikan solusi, atau melakukan pendampingan. Maka nelayanan banyak memodifikasi alat tangkapnya, sehingga alat tangkap itu tidak masuk kategori ramah lingkungan," ucap Ono.

Ono pun rutin berkunjung ke wilayah Cirebon, Indramayu, Subang hingga Karawang, atau daerah yang masuk wilayah pantura Jabar. Selain soal alat tangkap yang masih menjadi masalah, hal lainnya yang membuat nelayan di pantura kesulitan untuk sejahtera adalah over produksi atau overfishing.

"Seyogyanya nelayan Jabar ini ditingkatkan, mereka tidak hanya mencari ikan di laut Jawa. Tetapi bisa di Kalimantan, di Papua, Selat Makasar, Natuna. Jadi harus didorong ke sana," kata Ono.

Ono menyebut overfishing di laut Jawa, khususnya wilayah pantura Jabar menyebabkan penghasilan nelayan berkurang. Kemudahan bantuan permodalan dan sarana prasarana untuk nelayan sangat dibutuhkan. Menurut Ono, hal ini bisa mendorong agar nelayan bisa meningkatkan atau menambah kapasitas kapalnya lebih besar.

"Agar bisa ke wilayah yang lebih jauh lagi. Jadi tidak bisa mengandalkan di laut Jawa yang 12 mil ke bawa. Skema pemberdayaan, pelatihan, pembiayaan adalah faktor yang harus didorong. Itu ada di UU Nomor 7/2016," ucapnya.

"Jadi, tugas paling utama pemerintah itu yang melakukan kemudahan-kemudahan bagi nelayan, baik prapdoruksi, saat produksi, maupun pascaproduksi. Agat iklim usahanya terbentuk, jadi nelayan bisa optimis. Jadi, tak hanya melulu bantuan kapal," kata Ono menambahkan.

Kemudian Ono menerangkan soal persoalan yang menjerat nelayan di pansela Jabar. Ia mengatakan mayoritas nelayan di pansela itu menggunakan kapal dengan kapasitas satu GT atau dua GT. Cakupannya lebih kecil. Sehingga, lanjut dia, wilayah pansela lebih banyak dieksplorasi nelayan dari luar daerah.

Baca: Ono Tegaskan Pancasila Merupakan Jalan Hidup Bangsa Indonesia

"Nelayan besarnya dari luar Jabar, masuk ke Pangandaran, Tasikmalaya. Misalnya, banyak dari pengusaha Jakarta, kapal Sumatera dan lainnya. Sehingga tentunya perlu didorong untuk bagaimana kapasitas tangkap nelayan di pansela lebih besar. Kemarin sudah didorong pembangunan pelabuhan di Pangandaran juga," ucap Ono.

"Ini PR bagi kami untuk bisa mengembangkan potensi perikanan Jabar selatan, agar benar-benar bisa meningkatkan ekonomi dengan potensi besar," katanya menambahkan.

Ono mengatakan Presiden Jokowi sejatinya telah mendukung peningkatan pembangunan di Jabar selatan melalui Perpres Nomor 87 Tahun 2021 tentang Percepatan Pembangunan Kawasan Rebana dan Kawasan Jawa Barat Bagian Selatan. Hal ini menjadi peluang untuk meningkatkan produksi perikanan di Jabar selatan.

"Memang Perpres itu baru berumur dua tahunan, belum jalan karena pandemi. Jadi, siapapun gubernur dan presiden nanti, mereka harus komitmen menjalankan Perpres tersebut," ucap Ono.

Quote