Jakarta, Gesuri.id - Pembunuhan keji yang diduga dilakukan oleh kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Sigi, Sulawesi Tengah (Sulteng) baru-baru ini, menjadi perhatian aparat, pemerintah dan DPR.
Sulteng, diketahui sebagai wilayah kerja operasi Tinombala, sebuah operasi gabungan TNI-Polri dalam memberantas terorisme yang dibentuk sejak 2016.
Baca: Pemerintah Diminta Tertibkan Manajemen Kotak Amal
Anggota Komisi I DPR RI, Effendi Simbolon mengatakan yang terpenting dalam hal penanggulangan terorisme bukan soal regulasi pelibatan TNI, melainkan political will dari pemerintah.
Sebab, lanjutnya, TNI memang punya kewenangan itu berdasarkan UU. Untuk Perpres, menurut Effendi, bahkan Presiden seharusnya tak perlu berkonsultasi dengan DPR.
Jika pun dibutuhkan regulasi pendudukung, menurut Effendi, adalah kehadiran UU Keamanan Nasional, sebagai UU induk.
"Kok Indonesia tidak mau menerbitkan UU Kamnasnya?" kata politisi PDI Perjuangan itu.
Dalam sebuah diskusi gelaran Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) di Senayan, Jakarta, Selasa (1/12), efektivitas strategi dan kinerja operasi Tinombala menjadi sorotan.
Baca: Sosialisasi 4 Pilar, Maria Serukan Petani Tolak Radikalisasi
"Sigi dan Tinombala ini, ini yang saya bilang perlu evaluasi. Evaluasi yang bukan hanya kita megeluhkan soal medan, tapi kenapa ini berlarut-larut? Kenapa kemudian kita menyelsaikan persoalan (menangani, red) nggak sampai 20 orang (anggota MIT, red) ini dengan ribuan personel yang sudah diterjunkan bertahun-tahun tapi tidak selesai. Apakah hanya kendala medan, apakah hanya kendala peralatan, sarana prasarana, atau apa?" kata Pengamat Militer dan Pertahanan Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi.