Jakarta, Gesuri.id - Politikus senior PDI Perjuangan Panda Nababan mengungkap bahwa benih konflik antara Ketua Umum PDI Perjuangan ini Megawati Soekarnoputri dan pendiri Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bermula dari lima pertanyaan yang tak terjawab.
Lima pertanyaan tersebut muncul dalam konteks ketika SBY diisukan maju sebagai capres saat masih menjadi Menko Polhukam.
Baca: Alasan Megawati Tak Sebut Nama Capres 2024 PDI Perjuangan
Dikutip dari buku 'Dari Soekarno Sampai SBY Intrik & Lobi Politik Para Penguasa' yang ditulis, Tjipta Lesmana benih-benih konflik Mega-SBY bermula pada 2003, saat muncul isu SBY akan maju sebagai capres. Berikut ini kronologinya.
Akhir 2003: Santer beredar isu Menko Polkam SBY akan maju dalam Pilpres 2004. SBY sering muncul dalam iklan di TV untuk sosialisasi pemilu. Karena banyak protes, KPU menghentikan tayangan itu. Kubu Mega mencium 'aroma politik' SBY dan mengucilkannya.
1 Maret 2004: Sesmenko Polkam Sudi Silalahi menyatakan, SBY merasa dikucilkan oleh Presiden Megawati dengan tidak dilibatkan dalam pembahasan tentang PP Kampanye Pejabat Tinggi Negara. Istana menjawab, saat itu SBY ada di Beijing. 'Perang mulut' kedua kubu pun dimulai. Taufiq Kiemas menyebut SBY 'jenderal kok kayak anak kecil'.
9 Maret 2004: SBY mengirim surat pada Megawati, isinya konsultasi tugasnya sebagai Menko Polkam. Mega tak membalasnya.
11 Maret 2004: SBY mengirim surat pada Megawati, mengundurkan diri sebagai Menko Polkam.
13 Maret 2004: SBY berkampanye di Banyuwangi untuk Partai Demokrat.
16 September 2004: 'Debat capres' di televisi. Mega berpesan pada panitia bahwa tidak ada acara jabat tangan antar sesama capres.
5 Oktober 2004: Hari TNI ke-59, Presiden Megawati berpesan agar semua pihak legowo menerima hasil pilpres. Mega meneteskan air mata.
Saat itu KPU telah mengumumkan bahwa pemenang pilpres adalah SBY. SBY hadir dalam HUT TNI itu dan menjadi 'bintang lapangan'. Tempat duduk SBY dan Mega diatur sedemikian rupa sehingga keduanya tidak berjumpa.
20 Oktober 2004: SBY membacakan sumpah presiden. Mega yang diundang menolak datang dengan alasan agar khusyu mendoakan acara SBY itu berjalan lancar. Faktanya, Mega memilih berkebun dan membaca buku di rumahnya di Kebagusan, Jaksel.
20 Oktober 2004 sore: Mega mengundang warga sekitar dan kader PDI Perjuangan untuk buka puasa di Kebagusan.
"Saya katakan, kita bukan kalah (dalam pemilu), tapi kurang suara. Jangan merasa kita kalah, kita hanya kekurangan suara!" pidato Mega kala itu.
Saat Mega bertanya apakah kader PDI Perjuangan siap merebut kembali "kursi" yang lepas itu, hadirin menjawab, "Siaaap!"
Sementara itu, dikutip dari buku 'Jejak Para Pemimpin' yang ditulis oleh Hanta Yuda dan Tim Poltracking Indonesia, Megawati bahkan mengaku ditikam dari belakang oleh SBY.
"Kalau orang lain, Amien Rais presiden, Wiranto presiden, siapalah, saya datang. Namun, kalau ini (Yudhoyono) saya nggak bisa karena dia menikam saya dari belakang,"
Tahun 2005: Indonesia menjadi tuan rumah Peringatan 50 Tahun Konferensi Asia Afrika. Presiden SBY mengirim Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro untuk mengirim undangan pada Mega, sebab Purnomo dinilai dekat dengan Mega. Mega menolak menerima Purnomo.
Konteks Pertanyaan Mega untuk SBY
Jika dilihat dari riwayat perseteruan tersebut, lima pertanyaan yang diungkap Panda cocok dengan konteks situasi saat itu. Namun, pertanyaan yang dibawa Panda tak dijawab SBY.
"Megawati waktu itu meminta lima pertanyaan dia dijawab sebagai syarat mereka berdua bertemu, Mega dan SBY, diutuslah saya ke Istana Merdeka.
Menyampaikan lima pertanyaan itu. Lima pertanyaan itu tidak terjawab. Di bukuku ada itu," kata Panda Nababan dalam acara Adu Perspektif dengan tajuk 'Pidato Megawati dan Gerilya Parpol Cari Koalisi' yang diadakan detikcom dan Total Politik, Rabu (22/6) malam.
Pertanyaan pertama Megawati yang disampaikan Panda saat bertemu SBY adalah soal SBY 'dijadikan orang'. Pertanyaan tersebut tak dijawab SBY menurut kesaksian Panda Nababan.
"Pertama, apakah benar dia pernah mengucapkan kepada banyak orang 'Saya ini sebenarnya sudah di comberan, dijadikan orang sama Mega'. Bener nggak omongan itu? Tidak dijawab," ujarnya.
Pertanyaan lainnya, yakni soal SBY apakah akan maju jadi capres/cawapres hingga soal tak diajak ikut rapat. Semua pertanyaan itu juga tak dijawab SBY dalam pertemuan dengan Panda Nababan.
"Kedua, apakah mau maju menjadi calon presiden atau wakil presiden? Tidak dijawab. Ketiga, ditanya lagi, apakah benar di Menko Polkam dia bikin kegiatan, bikin partai? Tidak dijawab. Jadi empat, kemudian, katanya dia berminat menjadi wakil presiden dari Bu Mega, tidak dijawab juga," ucap Panda.
"Yang kelima, apakah benar tidak diundang untuk rapat di kabinet? Gitu loh. Sekretaris dia Sudi Silalahi kan mengatakan tidak pernah diundang, apakah benar?" imbuhnya.
Baca: PDI Perjuangan Gelar Festival Bakar Ikan Nusantara
Respons Demokrat
Juru bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menilai pertanyaan itu hanya bisa dijawab oleh Megawati dan SBY. Sebab, menurut Herzaky, kedua tokoh tersebut tokoh yang dihormati.
"Kalau bagi kami, melihat beliau berdua ini kan tokoh bangsa sebenarnya, harus kita hormati dan kita hargai. Kami sebenarnya kalau ditanya lima pertanyaan itu atau menjembatani, mungkin yang bisa menjawab hanya beliau berdua sebenarnya," ucap Herzaky.
"Tapi kami yakini, ya, beliau ini sama-sama tokoh bangsa, sama-sama punya kontribusi untuk negara ini. Kita tempatkan pada tempat yang pas gitu. Saat ini, Pak SBY sendiri sebenarnya telah tidak lagi berada di politik, beliau lebih banyak melukis, kemudian membentuk klub bola voli Lavani," imbuhnya.