Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi XI dari fraksi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari mempertanyakan pinjaman dari China Development Bank (CDB) kepada tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) perbankan. Ketiga bank antara lain, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Pasalnya, sejumlah bank pelat merah membantah isu bahwa pemerintah telah menggadaikan bank BUMN kepada China melalui skema pinjaman. Pernyataan tersebut diungkapkan untuk mengklarifikasi kabar yang beredar di masyarakat terkait utang Indonesia kepada Negeri Tirai Bambu.
Baca: Eva Sundari Pertanyakan Kesiapan BRI Antisipasi RUU AFAS
Menurut Eva, di media sosial kerap berseliweran kabar yang mengatakan bahwa tiga bank BUMN 'digadaikan' ke China melalui pinjaman tersebut.
Sekadar informasi, pinjaman CDB tersebut diberikan pada 21 September 2015 dengan nilai US$3 miliar, dengan nilai masing-masing US$1 miliar per bank. Pinjaman ini memiliki tenor 10 tahun, dengan 30 persen dari dana tersebut dibayarkan dengan mata uang renminbi.
"Kami pikir penyataan dari direktur utama ini bisa menentramkan informasi yang beredar," ujar Eva, Kamis (4/7), dilansir dari cnnindonesia.
Pertanyaan Eva kemudian direspons oleh tiga bank pelat merah tersebut. Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan bahwa skema pinjaman CDB merupakan kondisi yang lazim dilaksanakan oleh perbankan, yakni menambah likuiditas.
Selain CDB, Bank Mandiri juga mendapat pendanaan valuta asing dari beberapa lembaga pembiayaan seperti Deutsche Bank dan JP Morgan.
"Ini pinjaman normal dan sumber fund ini diistilahkan sebagai pool of fund dalam valas," jelas Kartiko.
Ia memastikan bahwa pinjaman ini tidak berarti bank pelat merah digadaikan ke China. Sebab, perbandingan pinjaman China terhadap aset Bank Mandiri terbilang kecil. Dari total aset Bank Mandiri senilai Rp1.200 triliun, pinjaman China yang setara Rp14 triliun hanya sebesar 1,17 persen saja.
Ia juga memastikan bahwa pendanaan dari CDB tidak digunakan untuk membiayai kereta cepat Jakarta-Bandung, seperti ramai diberitakan di media sosial. Menurut dia, itu adalah skema pendanaan yang langsung diberikan ke PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Baca: Eva: BTN Diimbau Tidak Bangun Perumahan Eksklusif
"Tak usah khawatir karena ini mekanisme yang normal," kata dia.
Sementara itu, Direktur Utama BNI Ahmad Baiquni mengatakan pinjaman China yang saat ini memiliki posisi US$800 juta hanya mengambil 25 persen dari pinjaman valas BNI sebesar US$2,5 miliar. Sehingga, tidak tepat jika BNI disebut dalam genggaman negara tirai bambu itu.