Jakarta, Gesuri.id - Ketua DPP PDI Perjuangan, Deddy Yevri Sitorus, menjelaskan tentang pandangannya mengenai perubahan yang terjadi pada seorang Presiden yang diusung PDI Perjuangan, Jokowi sejak 2019, sehari setelah MK terhadap Putusan Hasil Pemilu tahun tersebut.
Menurut Deddy bahwa kesadaran Presiden Jokowi tidak sesuai harapan mulai muncul sehari setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai hasil Pemilu 2019.
Baca: Ganjar Jelaskan Maksud Kunjungan ke Setiap Pelosok di Indonesia
"Kita mulai sadar bahwa Pak Jokowi ini fake, itu tahun 2019. Sehari setelah penetapan MK, terhadap putusan hasil pemilu. Itu para lawyer diundang ke Istana,"ujar Deddy dalam sebuah diskusi publik bertemakan '26 Tahun Reformasi Dihancurkan Presiden RI Jokowi' di kawasan SCBD, Jakarta, Rabu (31/7).
"Dikira mau diucapkan terimakasih, diajak makan-makan, mungkin diharapkan jadi komisaris atau apa, ternyata yang ditanya gimana caranya tiga periode,"lanjutnya.
Informasi tersebut, menurut Deddy, diperoleh dari salah seorang yang hadir dalam pertemuan tersebut. Sejak saat itu, muncul dugaan adanya upaya penyanderaan demokrasi dan pembengkokan hukum.
Deddy juga menunjukkan perubahan dalam pola pertemuan di Istana.
"Sejak 2019 itu juga para konglomerat oligarki mulai sering datang makan minum di istana.
Baca: PDI Perjuangan Akan Umumkan Sikap Politiknya di Kongres 2025
Apalagi karena di Istana Bogor, kalau Istana negara mungkin gampang orang melihat keluar masuk. Tapi karena di Istana Bogor nggak tahu. Kita justru dapat informasi itu dari orang dekat Jokowi. Bahwa ‘bapak sekarang ngopinya sama orang-orang kaya. Bukan lagi sama rakyat’,"ujar Anggota Komisi VI DPR.
Atas dasar itu, lalu Deddy membandingkan kondisi saat ini dengan era Reformasi yang ditandai dengan tumbangnya rezim otoriter Orde Baru Soeharto.
"Ini kita kembali ke zaman Reformasi itu. Semua kesalahan itu ada Soeharto. Sekarang semua ada pada Jokowi. Kan gitu. Balik lagi kita ini mengulang sejarah,"ujar Deddy.