Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VIII DPR RI MY Esti Wijayati menegaskan, peristiwa Intoleransi di Rancaekek itu kembali membuktikan bahwa Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Menteri tentang pendirian rumah ibadah, atau yang secara resmi dikenal sebagai Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 perlu direvisi.
"Hal ini terkait dengan begitu banyak persoalan sulitnya untuk mendapatkan izin pendirian tempat ibadah, sementara dalam Pasal 29 UUD 1945 dengan jelas disebutkan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya," ujar MY Esti.
Baca: Bantu Pelajar, My Esti Buka Posko EW Inisiatif
MY Esti menyatakan, gereja HKBP Rancaekek adalah salah satu "korban" SKB yang menyulitkan dalam memperoleh perizinan. Dengan sudah ditanda tangani penduduk sebanyak 85 orang dan juga disetujui oleh Kepala Desa setempat, semestinya perizinan Gereja bisa berjalan lancar.
Tetapi justru aparat yang semestinya turut membantu agar semua proses berjalan baik justru mengeluarkan surat penyegelan.
"Karena memang izin belum ada, sebaiknya pihak gereja bisa minta izin untuk ibadat setiap minggunya sambil menunggu izin keluar," tegas MY Esti.
"Tetapi pihak-pihak terkait juga punya kewajiban untuk mengizinkan dan melindungi ibadat yang dilakukan, serta segera melancarkan proses perizinan, sekaligus memberikan pemahaman kepada sekelompok masyarakat yang menolak," tambahnya.
Seperti diketahui, HKBP Betania Rancaekek yang berdiri pada tanggal 25 April 1999 masih bergumul dalam pengurusan IMB Gereja.
Pada 15 September 2015, majelis beserta panitia mengurus pengalihfungsian izin bangunan gedung ruko di Maris Square sebagai tempat peribadatan.
Dan pada tanggal 29 November 2019, sebanyak 85 jiwa warga memberikan tanda tangan yang menyatakan tidak keberatan dan mendukung pengalihfungsian ruko menjadi gedung peribadahan HKBP. Hal ini juga disetujui oleh Kepala Desa setempat.
Baca: MY Esti Desak Izin Gereja Cikarang Diterbitkan
Setelah menerima pernyataan dan tanda tangan tersebut, HKBP Betania Rancaekek melaksanakan peribadatan Minggu di tempat tersebut sembari mengurus izin ke muspika (Camat, Polsek dan Koramil Majalaya).
Tetapi dari pihak Camat dan Koramil tidak berkenan untuk menandatangani surat pengalihfungsian ruko tersebut menjadi rumah peribadahan.
14 Januari 2020, terbit surat penyegelan bangunan yang ditanda tangani Camat setempat. Dan sebuah organisasi yang menamakan diri Forkomi menutup paksa bangunan tersebut agar tidak lagi dipergunakan untuk peribadahan.
Pengurus HKBP Betania Rancaekek melakukan upaya dalam pengurusan izin kepada beberapa instansi seperti Polres, DPRD Kabupaten Bandung, Gubernur, dan sebagainya. Sembari mengurus izin, para pengurus berencana untuk melaksanakan peribadatan Minggu di gedung tersebut pada Minggu 27 Maret 2022. Tetapi pada 23 Maret 2022, sekelompok masyarakat/ormas memasang spanduk penolakan untuk ibadah HKBP.