Jakarta, Gesuri.id - Pemuda Katolik secara tegas menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ketahanan Keluarga.
Penolakan itu dilandasi oleh beberapa alasan. Pertama, RUU tersebut adalah kemunduran demokrasi.
Baca: Tak Masuk Akal Alat Reproduksi di RUU Ketahanan Keluarga
"Kami menilai RUU tersebut merupakan kemunduran demokrasi dan bukan merupakan hal urgen yang harus diprioritaskan. Masih banyak persoalan bangsa yang harus diprioritaskan saat ini antara lain toleransi antar umat beragama," kata Ketua Umum Pemuda Katolik, Karolin Margret Natasa, di Jakarta, Rabu (26/2).
Alasan kedua, gagasan RUU Ketahanan Keluargamenempatkan negara terlalu jauh mengurusi persoalan yang bersifat pribadi dalam keluarga. Hal itu tidak etis diatur oleh negara.
Karolin menegaskan bahwa pola asuh, mendidik dan membesarkan anak dalam lingkungan keluarga merupakan tanggungjawab dan komitmen istimewa masing-masing orang tua (suami dan istri) dengan budaya dan entitas yang berbeda-beda antarkeluarga.
"Hal ini perlu dihormati serta dihargai oleh negara. Oleh karena itu sangat tidak tepat apabila hal-hal tersebut diatur dalam undang-undang yang bersifat totaliter dan memaksa," ujarnya.
Selain Karolin, pernyataan sikap ini juga ditandatangani oleh Ketua Presidium DPP WKRI Justina Rostiawati, Ketua Presidium ISKA V Hargo Mandirahardjo, MandatarisTerpilih Ketua Presidium PMKRI Benidiktus Papa dan Sekretaris Nasional FMKI Yulius Setiarto.
Seperti diketahui, draft RUU Ketahanan Keluarga kini sedang menuai polemik di kalangan publik. Ada poin-poin dalam draft RUU itu yang dinilai terlalu jauh masuk dalam ranah privat warga dan rumah tangga.
Salah satu poin itu adalah larangan bagi seseorang untuk mendonorkan sperma atau ovum guna keperluan mendapatkan keturunan. Hal ini berlaku untuk yang sukarela maupun yang komersial.
RUU ini juga memiliki kecenderungan 'menyeret' perempuan ke ranah domestik, yakni hanya sekedar mengurus rumah tangga saja.
Baca: PKS Tak Layak Ajukan RUU Ketahanan Keluarga
Dalam Pasal 25 ayat 3 draft RUU ini disebut bahwa istri wajib mengurusi urusan rumah tangga.
Berikut bunyi pasal itu:
Kewajiban istri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain:
a. wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya;
b. menjaga keutuhan keluarga; serta
c. memperlakukan suami dan anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan Anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
RUU ini diusulkan oleh lima anggota DPR. Mereka adalah Ledia Hanifa (PKS), Netty Prasetyani (PKS), Endang Maria Astuti (Golkar), Sodik Mujahid (Gerindra), dan Ali Taher (PAN).