Jakarta, Gesuri.id - Penasehat Hukum Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Todung Mulya Lubis, menyampaikan bagaimana penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) patut diduga melakukan pelanggaran hukum ketika menersangkakan kliennya.
Todung mendasarkan pendapat tersebut pada fakta persidangan praperadilan di PN Jakarta Selatan pada Jumat (7/2/2025) kemarin, yang menghadirkan dua saksi. Yakni Agustiani Tio Fridelina dan Kusnadi.
Dijelaskannya, dalam pemeriksaan terhadap Saksi Agustiani Tio dan Kusnadi terdapat tekanan agar para saksi menyebut nama Hasto Kristiyanto. Bahkan Saksi Agustiani Tio mengatakan ia sempat diiming-imingi sejumlah uang sebelum pemeriksaan berjalan agar nama Hasto Kristiyanto disebut terlibat dalam perkara ini.
“Dengan demikian, dari Jawaban KPK dan fakta persidangan hari ini semakin terang benderang terungkap sejumlah pelanggaran hukum yang dilakukan KPK dalam menersangkakan Hasto Kristiyanto,” kata Todung Mulya Lubis dalam keterangan resminya, Sabtu (8/2/2025).
Baca: Ganjar Tegaskan Seluruh Kader PDI Perjuangan Taat Pada Aturan
Pihaknya juga berpendapat KPK melakukan tindakan "daur ulang" bukti lama yang sudah tidak relevan, hingga membangun cerita berdasarkan imajinasi bukan berdasarkan bukti, serta melakukan tekanan-tekanan terhadap Saksi agar menyebut nama Hasto Kristiyanto.
Dikatakan Todung Mulya Lubis, sejumlah persoalan hukum ini sangat merusak tatanan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
“Dukungan dari semua pihak untuk upaya pemberantasan korupsi tidak boleh dirusak dan dinodai dengan praktik-praktik terlarang dan tidak beretika dalam penegakan hukum seperti yang terjadi saat ini. Dan, terutama jangan sampai penegakan hukum dimanfaatkan untuk kepentingan politik praktis,” pungkas Todung.
Todung menyontohkan sejumlah imajinasi dan daur ulang oleh pihak penyidik KPK.
Pada halaman 12 sampai dengan 17 di Jawaban KPK, Penyidik menguraikan sejumlah tuduhan tentang peran dan keterlibatan Hasto.
KPK menyebutkan Hasto Kristiyanto memerintahkan Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah di kantor DPP PDIP dan mengatakan "tolong kawal surat DPP PDI Perjuangan yang keluar berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI, amankan keputusan partai".
Hal ini jelas bukanlah perbuatan melawan hukum, justru posisi Hasto Kristiyanto sebagai Sekjen PDI Perjuangan memiliki tugas untuk memastikan surat DPP PDI Perjuangan yang dibuat berdasarkan Putusan Mahkamah Agung agar ditindaklanjuti sesuai dengan hukum yang berlaku.
Artinya, lanjut Todung, KPK seolah-olah memframing bahwa perintah ini adalah bagian dari rangkaian suap yang dilakukan untuk meloloskan Harun Masiku. “Padahal justru sesungguhnya Klien Kami sebagai petugas partai sedang memperjuangkan hak dan kewenangan partai yang dijamin oleh Putusan Mahkamah Agung dan bahkan ditegaskan oleh Fatwa MA,” tukas Todung.
Baca: 9 Prestasi Mentereng Ganjar Pranowo Selama Menjabat Gubernur
Selain itu, lanjut Todung, KPK membangun tuduhan berdasarkan imajinasi dan bukan berdasarkan bukti bahwa seolah-olah Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah melaporkan pada Hasto Kristiyanto terkait kesepakatan dengan Harun Masiku tentang dana operasional ke KPU, dan hal tersebut dipersilakan oleh Hasto.
KPK juga meneruskan cerita dengan menguraikan seolah-olah Hasto mempersilakan dan menyanggupi untuk menalangi dana operasional ke KPU, dan rangkaian cerita lainnya sebagaimana tertuang pada poin 6 di halaman 13-16.
Cerita dan konstruksi perkara versi KPK tersebut telah diuji di persidangan pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan hasilnya telah dituangkan pada Putusan dengan terdakwa Wahyu Setiawan, Agustiani Tio dan Saeful Bahri.
“Menjadi pertanyaan, apa maksud KPK kembali menguraikan cerita lama yang sudah tidak terbukti di pengadilan dalam proses praperadilan ini? Bukti yang digunakan pun adalah bukti-bukti lama di bulan Januari 2020,” kata Todung.