Ikuti Kami

Penolak UU Ciptaker, Disarankan Ajukan "Judicial Review"

Ketut menyayangkan rencana aksi demo besar-besaran yang dilakukan sejumlah komponen buruh sebagai bentuk kekecewaan akan UU Ciptaker.

Penolak UU Ciptaker, Disarankan Ajukan
Anggota Komisi IX DPR RI, I Ketut Kariyasa Adnyana.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR RI yang membidangi kesehatan dan ketenagakerjaa, I Ketut Kariyasa Adnyana, menyayangkan rencana aksi demo besar-besaran yang dilakukan sejumlah komponen buruh sebagai bentuk kekecewaan akan UU Ciptaker.

Menurut Ketut Kariyasa, jika memang tidak setuju dengan pengesahan RUU Cipta Kerja, seharusnya mereka menempuh cara lain agar tidak membuat kerumunan di masa pandemi ini. 

Baca: Dewi Sentil Buruh, Sudah Baca UU Ciptaker Secara Detail?

Terlebih saat ini, jumlah pasien positif COVID-19 semakin meningkat sehingga bila melanggar protokol kesehatan akan sulit dikendalikan.

"Untuk itu, kendalikan diri. Lebih baik menempuh jalur konstitusi, jika tidak setuju terhadap RUU Cipta Kerja. Caranya mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengubahnya," ujar Ketut Kariyasa di Jakarta Selasa (6/10).

Selain itu, mereka juga masih bisa melakukan dialog dan komunikasi dengan DPR RI maupun Menteri Tenaga Kerja untuk mencari solusi mengenai hal-hal yang mereka anggap tidak sesuai. Bagi Ketut Kariyasa, pembahasan mengenai RUU Cipta Kerja sudah dilakukan secara terbuka dengan disiarkan secara live melalui medsos DPR RI.

Kemudian perwakilan buruh diundang untuk menyampaikan pendapatnya. Mereka pun, mengakomodir masukan dari kalangan buruh. Oleh karena itu, komunikasi perlu dikedepankan ketimbang ujung-ujungnya melakukan demo.

"Jika memang belum memuaskan, perlu ditelusuri di bagian mana. Sebab, saat ini banyak beredar hoaks tentang materi RUU Cipta Kerja," tegas anggota Fraksi PDI Perjuangan ini. 

Baca: Wahai Buruh, Ini Penjelasan KD Terkait UU Ciptaker

Ketut Kariyasa mencontohkan, materi hoaks yang beredar seperti dihilangkannya upah minimum di kabupaten/kota. Mengenai itu, kata Ketut Kariyasa, tidak benar karena dalam RUU Cipta Kerja masih ada.

Begitupula tentang cuti haid dan cuti hamil dihilangkan, tidak benar. Lalu mengenai pegawai kontrak seumur hidup, juga tidak benar. "Untuk itu, perlu ditelaah dahulu. Jangan sedikit-sedikit demo agar penanganan COVID-19 tidak berantakan," papar Ketut.

Quote