Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi X DPR Andreas Hugo Pareira menegaskan masalah utama sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) adalah kesenjangan antara sekolah tertentu yang berkualitas, dan sekolah pada umumnya.
Baca: Ada yang Mulai Soak, Bupati Markus Waran Bakal Rombak 'Kabinet' Secepatnya
Ia mencontohkan perlakuan atau dukungan negara yang tidak seimbang antara sekolah negeri dan swasta. Hal ini menyebabkan adanya sekolah-sekolah favorit yang menjadi incaran para siswa dan orangtua. Terutama, mereka yang mampu.
"Persoalannya, jika itu dilakukan dengan segala cara, termasuk menyogok untuk bisa memasukkan anaknya ke sekolah favorit," ujarnya, Selasa (11/7).
Menurut Andreas sebenarnya, ide dasar zonasi itu baik. Yaitu, untuk mendekatkan siswa dari aspek jarak dengan sekolah.
Namun, lanjutnya, muncul kecurigaan, oknum orangtua dan oknum pihak sekolah melakukan kecurangan agar anak tertentu dapat diterima di sekolah yang dituju.
Hal itu terjadi karena tidak meratanya kualitas sekolah. Inilah yang menyebabkan terjadinya penumpukan minat pada sekolah favorit.
"Dampaknya terjadi manipulasi yang dilakukan oknum orangtua dengan oknum pihak sekolah, agar anak itu bisa masuk sekolah favorit," ungkapnya.
Untuk itu solusinya, seharusnya hanya menggunakan satu kriteria penerimaan siswa. Yaitu, record belajar dan/atau tes masuk bagi siswa.
Andreas mencontohkan kalau Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) masih tetap sistem zonasi. Tapi, SMA dan SMK seharusnya menggunakan satu kriteria saja. Yakni prestasi belajar, tes dan/atau seleksi record belajar siswa.
"Jadi, pendekatan untuk SD atau SMP bisa tetap zonasi, atau kombinasi secara persentase zonasi dan prestasi. Untuk SMA dan SMK, lebih baik hanya pendekatan nilai tes," tandasnya.
Diketahui, Pelaksanaan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) saat ini mendapat sorotan dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G).
Dalam catatannya, P2G menyarankan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) meninjau ulang dan mengevaluasi sistem PPDB.
Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim mengatakan, evaluasiserta peninjauan ulang sistem PPDB sangat penting. Karena, kata dia, tujuan utama PPBD mulai melenceng dari relnya.
Seharusnya, PPDB adalah sistem yang bertujuan baik, untuk menciptakan pemerataan kualitas pendidikan," kata Satriwan, kemarin.
Dia menambahkan, setelah tujuh tahun kebijakan ini diterapkan, banyak masalah yang muncul. Antara lain, terdapat kecurangan dalam penerimaan peserta didik.
Baca: Ditanya Andika Perkasa, Markus Waran: Papua Barat Belum Sepenuhnya Merdeka
“Menyedihkan, anak-anak yang seharusnya berhak masuk melalui jalur zonasi karena tinggal dekat dengan sekolah, justru terlempar dari sistem karena ada indikasi jual beli tempat,” tegasnya.
Ada juga persoalan migrasi domisili Kartu Keluarga (KK) calon siswa ke wilayah sekitar sekolah favorit. Hal ini, lanjut Satriwan, umumnya terjadi di wilayah yang punya sekolah unggulan.
Modusnya, dengan memasukkan atau menitipkan nama calon siswa ke KK warga sekitar. "Kasus seperti itu, pernah terjadi di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Timur dan Kota Bogor," tandasnya.