Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno menegaskan komisinya bersama Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan sampai saat ini, belum melakukan pembicaraan terkait kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN).
Baca: Ahok Bilang Begini Soal Idul Fitri Bersamaan Kenaikan Yesus
"Dugaan saya setelah hari raya Idul Fitri. Pada prinsipnya, dalam situasi berat seperti sekarang, segenap pihak, khususnya pengambil kebijakan, harus tetap berpikir jernih dan rasional, tidak boleh panik atau membabi buta," kata Hendrawan, Rabu (12/5).
Menurutnya, di Komisi XI DPR terdapat Panja Pajak, dimana rapat terakhir dilakukan pada 18 Maret 2020.
Dalam forum tersebut, kata Hendrawan, Dirjen Pajak Suryo Utomo melaporkan rasio pajak terhadap PDB 2011 sebesar 11,8 persen, turun menjadi 8,2 persen pada 2021.
"Kenaikan PPN hasil tembakau dua kali pada 2016-2017, dari 8,4 persen menjadi 9,1 persen, tidak banyak menolong. Tax amnesty 2016-2017 sedikit memberi nafas lega, tapi disusul pukulan resesi dan pandemi. Alhasil, capaian pajak 2020 hanya 89,3 persen dari target," paparnya.
"Realisasi pajak 2020 sebesar Rp 1.068 triliun. Target 2021, Rp 1.229 triliun (naik 14,9 persen). Dari target tersebut, PPN diharap setor Rp 518 triliun. Dalam kondisi begini, cukup sulit dicapai, nah Dirjen Pajak mulai panik," sambung Hendrawan.
Hendrawan menyebut, menaikkan tarif PPN menjadi 15 persen dari saat ini 10 persen, memang tidak melanggar aturan yang ada tetapi hal ini semakin menekan ekonomi masyarakat.
"Tidak melanggar undang-undang, menaikkan PPN akan memukul daya beli masyarakat. Sektor konsumsi yang dalam kondisi resesi harus dibangkitkan, justru direm lajunya. Karena PPN merupakan kategori pajak tidak langsung (indirect taxes), maka beban masyarakat bawah sama besar dengan masyarakat berpendapatan tinggi," katanya.
Baca: Idul Fitri 1442 H, Tuhan Bersemayam di Gubuknya Orang Miskin
Ia pun mengusulkan pemerintah untuk meningkatkan pengujian kepatuhan material, termasuk pada kategori orang-orang dan wajib pajak group superkaya yang hasil belum maksimal.
"Pengawasan transaksi digital dan transfer pricing masih perlu diperbaiki. Kemenkeu sedang mengembangkan sistem info pajak (core tax system) 2021-2024. Administrasi pajak harus didukung basis data yang lengkap dan akurat. Bila tidak, ya jebol terus," papar Politikus PDI Perjuangan itu. Dilansir dari tribunnews com.