Surabaya, Gesuri.id - Presiden Joko Widodo menjanjikan pembenahan ekosistem industri pertahanan demi dapat mengembangkan sendiri sistem persenjataan dalam negeri.
"Saya ingin mempertegas lagi bahwa kita harus fokus terhadap pembenahan ekosistem industri pertahanan baik yang berkaitan dengan fasilitas pembiayaan bagi BUMN klaster industri pertahanan maupun ketersambungan dengan industri komponen baik itu komponen pendukung maupun bahan baku," kata dia, saat memimpin rapat terbatas mengenai kebijakan pengembangan sistem pertahanan, di galangan kapal PT PAL Indonesia, Surabaya, Senin (27/1).
Baca: Jokowi Luncurkan Perpres Pengadaan Alat Pertahanan-Keamanan
Tujuannya untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada barang-barang impor, utamanya pada komponen pendukung industri itu.
"Termasuk di dalamnya adalah reformasi rantai pemasok dan pengembangan industri lokal untuk mengurangi ketergantungan kita kepada barang-barang impor," kata dia.
Selain memimpin rapat terbatas, dia juga meninjau kapal selam Alugoro yang merupakan hasil kerja sama batch 1 antara PT PAL Indonesia (Persero) dengan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME).
Kapal selam ini akan dinamai Alugoro --masih menjalani berbagai uji, di antaranya uji selam kedalaman lebih dari 250 meter dan penembakan torpedo-- merupakan kapal selam ketiga kerja sama Indonesia dan Korea Selatan. Dua kapal selam kelas Changbo-go (lisensi Korea Selatan untuk Tipe-209 1.400 ton dari Jerman) dibuat di Korea Selatan dan yang ketiga (Alugoro) dibuat dan dibangun di Surabaya.
Pada masa Orde Lama, TNI AL dikenal memiliki kekuatan perang bawah permukaan laut yang tangguh, karena memiliki 12 kapal selam kelas Whiskey buatan Uni Soviet lengkap dengan persenjataannya. Nama-nama kapal selam dari masa itulah yang "diulang" lagi pemakaiannya pada masa kini, yaitu KRI Cakra-401, KRI Nanggala 402, KRI Nagapasa-403, dan KRI Ardadedali-404. Kekuatan 12 kapal selam itu ingin diwujudkan lagi pada masa kini.
Pemberian nomor lambung baru atas kapal perang TNI AL baru terjadi setelah kapal perang itu menyelesaikan serangkaian uji, diserahkan kepada negara melalui Kementerian Pertahanan dan Markas Besar TNI, dan Markas Besar TNI AL. Pemberian nomor lambung kapal perang dilaksanakan dalam upacara kedinasan dan tradisi TNI AL tertentu.
Industri pertahanan, menurut Jokowi, juga harus dikelola dan dijalankan sesuai dengan tata kelola yang baik sehingga mampu meningkatkan efisiensi operasinya.
Baca: PT Len Ditantang Kembangkan Teknologi Pertahanan Nasional
Presiden mengingat saat pertama kali mengunjungi PT PAL Indonesia pada 2015 lalu yang memberikan kesan kepadanya bahwa BUMN yang bergerak di bidang industri galangan kapal itu tidak dikelola secara baik.
Namun, setelah dilakukan pembenahan dan mendapat penambahan modal hingga Rp1,5 triliun kini manajemen BUMN itu tampak jauh lebih baik.
"Saya sangat senang saya masuk ke sini lagi, berarti empat tahun setelah itu, kelihatan sekali ada sebuah perubahan manajemen. Saya ini orang pabrik, jadi melihat dan masuk ke sebuah ruangan itu kelihatan ada manajemennya apa tidak, tata kelola benar atau tidak, kelihatan sekali," kata dia.
Tak kalah pentingnya, kata dia, industri pertahanan nasional diminta untuk mengubah pola pikir dari semula hanya berfokus pada produk menjadi berfokus pada pasar terlebih dahulu.
Dengan cara itu, industri pertahanan kita tidak hanya memproduksi untuk kepentingan militer semata, namun juga untuk kepentingan nonmiliter lainnya sehingga mampu meraih pangsa pasar yang lebih besar dan meningkatkan nilai ekspor produk-produk dari BUMN klaster industri pertahanan.
Sebagaimana diketahui, dalam Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan tahun 2020 beberapa waktu lalu, Kepala Negara menjelaskan bahwa banyak komoditas bisnis nonmiliter saat ini justru dimulai dari industri militer di berbagai negara seperti GPS, UAV alias pesawat terbang nirawak, dan lain sebagainya.
Pola pikir seperti itulah yang hendak ditanamkan Jokowi pada industri pertahanan yang dimintanya untuk turut melibatkan UKM dan perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia. APBN Indonesia mengalokasikan Rp127 triliun untuk belanja pertahanan pada 2019.
Baca: Kang Hasan Tekankan Kemandirian Alutsista
Ia juga mengingatkan agar pengembangan alutsista di dalam negeri harus mampu menyerap dan mengadopsi perkembangan militer terkini sehingga mampu mengatasi lompatan teknologi dalam kurun 20 hingga 50 tahun ke depan.
"Ini memerlukan lompatan, tetapi saya yakin dengan BUMN kita berpartner dengan perusahaan-perusahaan luar yang sudah memiliki reputasi saya kira ini akan lebih cepat kita mengadopsi perkembangan militer terkini," kata dia.