Jakarta, Gesuri.id - Ketua DPR RI Puan Maharani berbicara soal Keberlanjutan dan Ketahanan Pangan setelah Pandemi Covid-19 pada Seventh Group of 20 (G20) Parliamentary Speakers’ Summit (P20) di Italia.
Puan menjabarkan berbagai program ketahanan pangan Indonesia di hadapan pimpinan parlemen negara-negara anggota G20.
“Untuk mengatasi permasalahan ketahanan pangan, kita perlu langkah strategi. Pertama, mendorong sistem pangan global yang berkelanjutan, inklusif dan tangguh,” kata Puan di Gedung Senat Italia, Palazzo Madama, Roma, Italia, Jumat, (8/10).
Puan mengatakan, diperlukan kerangka global yang mencakup stabilitas harga pangan, perdagangan produk pangan, cadangan produk pangan strategis, serta dampak perubahan iklim terhadap produksi. Sistem ini, kata Puan, harus berisi deteksi dini potensi terjadinya kelaparan, malnutrisi, dan sistem database informasi pasar.
Baca: Aceh Miliki Peranan Dalam Sejarah Perjuangan Kemerdekaan
“Pandemi telah mengakibatkan krisis multidimensi yang mempengaruhi kita semua tanpa terkecuali. Laporan FAO memperlihatkan realitas suram karena diperkirakan setidaknya 720–810 juta orang kelaparan tahun 2020, meningkat 20 persen dibandingkan tahun sebelumnya,” tutur mantan Menko PMK itu.
Dalam diskusi bertajuk “Sustainability and Food Security After the Pandemic” itu, Puan mengatakan pandemi Covid-19 juga memperburuk malnutrisi dan peningkatan jumlah stunting. Padahal menurutnya, pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi. “Ketahanan pangan harus dapat memenuhi kebutuhan people, planet, and prosperity,” ucapnya.
Bagi manusia, ketahanan pangan bisa dilakukan dengan membantu mengurangi kemiskinan dan ketimpangan. Sementara bagi planet Bumi, ketahanan pangan dapat berupa produksi dan konsumsi produk pertanian yang ramah lingkungan.
“Bagi kesejahteraan (prosperity), dengan meningkatkan kesejahteraan petani, terutama petani miskin,” ujarnya.
Untuk mendukung ketahanan pangan usai pandemi, ia menekankan pentingnya memastikan perdagangan pangan dan komoditas pertanian yang terbuka, adil, transparan, dan non-diskriminatif.
“Juga diperlukan dukungan finansial dan teknis untuk peningkatan produksi dan distribusi di negara berkembang. Perlu melakukan upaya penelitian bersama, inovasi, dan transfer teknologi dalam pengembangan produksi, distribusi komoditas pangan yang efisien, termasuk upaya menurunkan food loss and waste,” tuturnya.
Sebab itu, imbuh Puan, perlu data akurat untuk mengetahui situasi ketahanan pangan, baik tingkat global maupun nasional. Data yang akurat menjadi panduan dalam membuat kebijakan.
Puan kemudian mengungkap berbagai program ketahanan pangan Indonesia yang terus berupaya mewujudkan ketersediaan pangan yang bernutrisi sekaligus memastikan kehidupan yang layak bagi rakyat.
“Untuk mendukung upaya tersebut, Indonesia telah memiliki legislasi yang komprehensif seperti UU Pangan. Hal ini ditindaklanjuti tahun ini dengan pembentukan Badan Pangan Nasional untuk menangani berbagai permasalahan di sektor pangan,” ujarnya.
Ia merinci beberapa upaya yang telah dilakukan Indonesia. Salah satunya peningkatan produksi komoditas pertanian yang berwawasan lingkungan.
“Kemudian menjaga stabilitas harga pangan pokok, penyaluran bantuan pangan untuk keluarga berpendapatan rendah, dan pemberdayaan petani dan UMKM. Saya percaya bahwa upaya komprehensif pada tingkat global dan nasional akan membantu mengatasi tantangan global membangun ketahanan pangan dan tidak meninggalkan siapa pun,” ujarnya.
Baca: Bupati Darma Tawarkan UMSU Bangun Kampus di Kabupaten Sergai
Puan juga mengadakan pertemuan dengan President Chamber of Deputies Italia, Roberto Fico. Selain membahas peningkatkan hubungan bilateral, perdagangan, serta peningkatan hubungan antara private sectors, ada beberapa hal yang juga dibicarakan.
Puan menyampaikan keprihatinan terhadap diskriminasi kelapa sawit di Eropa. Ia menegaskan, pengelolaan kelapa sawit di Indonesia dilakukan berkelanjutan dan berkontribusi bagi pengentasan kemiskinan. “Kami berharap dukungan Italia untuk penyusunan global guidelines pengelolaan minyak nabati termasuk kelapa sawit,” tutur Puan.
Ia juga berbicara soal langkah penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia yang telah melakukan suntikan vaksin kepada 150 juta warga dengan target 70 persen penduduk sebelum akhir 2021. “Kami juga berterima kasih atas bantuan vaksin dari Italia kepada Indonesia yang telah datang pada 30 September lalu,” katanya.
Pertemuan juga membahas soal green economy hingga peran perempuan dalam pembangunan Indonesia. Disampaikan pula terdapat target 30 persen wakil perempuan di DPR RI. “Diperlukan jaminan hak perempuan untuk partisipasi di berbagai sektor. Baik politik, ekonomi dan sosial pada tingkat global, termasuk melibatkan perempuan saat proses pemulihan dari pandemi,” ujar Puan.