Jakarta, Gesuri.id - Ketua DPR RI Dr. (H.C.) Puan Maharani mendorong Pemerintah Pusat turun langsung ke daerah yang infrastrukturnya tidak mendukung akses anak-anak dalam menjangkau sekolah.
Puan menekankan langkah tersebut sangat penting dan tepat dalam menangani masalah pendidikan di daerah terpencil.
"Salah satu faktor kunci yang mempengaruhi aksesibilitas pendidikan adalah infrastruktur yang memadai. Sayangnya, banyak daerah di Indonesia, terutama yang terletak di daerah terpencil, masih menghadapi tantangan serius dalam hal infrastruktur yang tidak memadai," ujar Puan, Senin (12/6).
Baca: Kent Desak Upah Pegawai PJLP Segera Dibayarkan Dengan Layak
Puan menyatakan, kurangnya perhatian Pemerintah dalam melakukan pendataan terkait infrastruktur yang buruk dapat berdampak terhadap hal-hal yang mengkhawatirkan. Seperti, ungkap Puan, yang terjadi pada siswa SDN 478 Barowa, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel). Para penerus bangsa ini nekat bertaruh nyawa menyeberangi sungai dengan rakit yang terbuat dari gabus demi bisa ke sekolah.
Siswa di sekolah itu, tutur Politisi PDI Perjuangan tersebut, sudah menggunakan rakit sejak sebulan terakhir karena jembatan penyeberangan rusak diterjang banjir. Bahkan dikabarkan, ada sejumlah siswa yang tercebur saat menyeberang dengan rakit gabus tersebut. Puan merasa prihatin terhadap peristiwa ini.
Baca: Merry Pastikan DPRD DKI Jakarta Akan Panggil Dinas Sosial
"Perjuangan siswa-siswa di Kabupaten Luwu itu sungguh luar biasa. Mereka bertaruh nyawa demi mendapatkan pendidikan. Kenyataan ini sekaligus menjadi ironi untuk kita semua. Di saat pembangunan besar-besaran terjadi di ibukota dan kota-kota besar lain, masih ada anak-anak kita yang harus berangkat sekolah dengan sarana yang sangat memprihatinkan,” ucap perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
Mantan Menko PMK itu pun meminta Pemerintah Daerah dan pihak sekolah dapat memberikan dispensasi dan alternatif sistem belajar lain untuk sementara waktu. Puan mengingatkan, jembatan yang ambruk bukan merupakan kesalahan siswa sehingga dampaknya tidak boleh ditimpakan kepada mereka.
"Paling tidak sekolah bisa memberikan materi pelajaran yang memungkinkan para siswa tersebut mempelajari secara mandiri di rumah 2 atau 3 kali seminggu agar tidak perlu tiap hari mereka ke sekolah untuk sementara waktu. Atau bisa juga dengan menerapkan sistem pembelajaran online seperti yang dilakukan saat pandemi Covid-19 melanda. Pemerintah harus bisa menghadirkan solusi yang tidak merugikan siswa belajar,” tegas Puan.