Jakarta, Gesuri.id - Ketua DPR RI Puan Maharani mengingatkan agar kampus menjadi institusi pendidikan yang memberikan ruang aman bagi para peserta didik.
Kampus tak boleh menolerir segala bentuk pelecehan ataupun kekerasan seksual.
Ini disampaikan Puan merespons kasus kekerasan seksual yang dilakukan terhadap sejumlah mahasiswa oleh seorang guru besar berinisial EM di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM).
"Kampus seharusnya jadi ruang aman, bermartabat, dan menjadi benteng utama dalam membangun nilai-nilai etika serta peradaban, bukan malah menjadi tempat pelecehan berulang. Tidak boleh ada sedikitpun toleransi terhadap kekerasan seksual di dunia pendidikan. Pelaku kekerasan seksual harus dihukum seberat-beratnya," kata Puan dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa, 8 April 2025.
Baca: Ganjar Pranowo Harap Masalah Gas Melon Cepat Tuntas
Menurut dia, tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh dosen dengan modus bimbingan skripsi atau tesis kepada sejumlah mahasiswanya itu telah mencoreng nama baik perguruan tinggi, serta merusak kepercayaan publik terhadap integritas dunia akademik.
Legislator dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) itu mendorong agar penegak hukum menjatuhkan hukuman berat kepada pelaku tanpa adanya toleransi, sebagaimana pemberat hukuman dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) jika pelaku kekerasan seksual merupakan seorang tokoh pendidik.
"Sekali lagi, tidak boleh ada toleransi sedikitpun terhadap kekerasan seksual, terlebih jika itu terjadi di institusi pendidikan yang seharusnya menjadi tempat paling aman bagi generasi muda kita," ucapnya.
Puan berharap proses hukum dapat berjalan secara profesional dan tidak ada kekebalan hukum, meski pelaku merupakan guru besar atau tokoh terkemuka.
Dia juga mendorong pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) memperkuat Implementasi Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) dengan memberikan kewenangan lebih luas dan dukungan yang memadai agar tidak menjadi formalitas semata.
Puan pun menilai harus ada audit menyeluruh terhadap sistem pengawasan akademik sebab kasus pelecehan seksual yang melibatkan dosen dengan mahasiswa kerap terjadi karena relasi kuasa.
Termasuk, perlu adanya sistem pelaporan yang aman dan terjaga kerahasiaannya, serta menjamin perlindungan saksi dan korban secara konkret.
"Relasi kuasa yang timpang antara dosen dan mahasiswa menjadi celah bagi pelecehan untuk terus terjadi. Karena relasi kuasa ini menyebabkan korban ketakutan untuk melapor sebab mereka khawatir akan berdampak terhadap nilai akademik di kampus. Budaya seperti ini yang harus diputus," katanya.
Lebih lanjut, Puan mendorong pembentukan pusat krisis dan pendampingan nasional terhadap korban pelecehan seksual di lingkungan pendidikan tinggi secara nasional, yang bersifat independen dari kampus dan dapat diakses 24 jam selama 7 hari.
Baca: Kata Ganjar Pranowo Soal Rencana KIM Plus Jadi Koalisi Permanen
"Kita juga harus menggalakkan kampanye nasional yang menentang adanya relasi kuasa di kampus. Tentunya ini memerlukan dukungan semua pihak, termasuk dari internal kampus itu sendiri," ucapnya.
Dia memandang publik perlu diberikan edukasi terus-menerus tentang bahaya relasi kuasa dalam sistem pendidikan agar para mahasiswa memiliki kesadaran dan keberanian untuk melapor jika menjadi korban.
Dia pun menegaskan bahwa DPR RI akan terus mengawal penanganan kasus kekerasan seksual tersebut dan mendorong terciptanya reformasi sistemik pada lingkungan pendidikan di tanah air.
"Lingkungan pendidikan seharusnya menjadi tempat di mana intelektualitas dan nilai-nilai luhur berkembang, bukan ruang di mana kuasa disalahgunakan untuk menindas yang lemah," kata dia.