Jakarta, Gesuri.id - Keputusan Pemprov Bali yang melarang produksi air minum dalam kemasan (AMDK) plastik sekali pakai mendapat apresiasi dari Senayan. Menurut Anggota Komisi VII DPR RI Putra Nababan, langkah ini adalah sebuah upaya untuk melindungi pariwisata berserta lingkungan Bali yang merupakan ujung tombak pariwisata nasional.
"Bukan sekali ini saja Gubernur Bali Wayan Koster memberlakukan pembatasan larangan penggunaan plastik. Pak Koster sudah melakukannya sejak lima tahun yang lalu dan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan pelestarian ekosistem alam, manusia dan kebudayaan berdasarkan pada nilai kearifan lokal," kata anggota DPR yang membidangi pariwisata dan perindustrian ini.
Putra masih ingat bagaimana kala itu Gubernur Bali menerbitkan aturan pelarangan penggunaan kantong plastik yang kemudian diganti dengan kantong dari kertas dan bahan daur ulang. Termasuk mengeluarkan edaran untuk menggunakan produk pengganti plastik seperti jug, tumbler atau termos.
"Saya dan keluarga selalu membawa kantong kain untuk membawa belanjaan salama berada di Bali. Nah Kebijakan Gubernur Bali ini dibuat dengan dasar yang kuat mengingat sampah termasuk plastik sekali pakai menjadi masalah serius di Bali sehingga merusak ekosistem alam," kata mantan pemred tv berita ini.
Untuk itu, Putra Nababan mengajak kalangan industri AMDK untuk bisa melakukan inovasi dengan membuat produk yang lebih ramah lingkungan sehingga bisa ikut bersama-sama meningkatkan pariwisata Bali dengan melestarikan lingkungan.
Seperti diketahui, jumlah wisatawan asing yang berlibur di Bali tahun 2024 mencapai 6,6 juta orang atau 50 persen dari total turis asing yang datang ke Indonesia. Bali adalah penyumbang Rp 107 triliun atau 44 persen devisa sektor pariwisata nasional.
"Turis asing datang ke Bali untuk menikmati pengalaman otentik terhadap pantai bersih, alam hijau, dan kearifan lokal. Jika lingkungannya rusak, maka daya tarik pariwisata pun akan memudar," katanya.
Selain itu tren wisata global saat ini sudah mengarah pada penciptaan destinasi yang ramah lingkungan dan beretika. Dengan membatasi AMDK, Bali mengukuhkan posisinya sebagai pelopor pariwisata hijau di Asia Tenggara.
Diperkirakan, setiap tahun lebih dari 250 juta botol plastik AMDK beredar di Bali, sebagian besar berasal dari aktivitas wisata. Limbah plastik mendominasi 35–40% sampah di kawasan pantai wisata seperti Kuta, Sanur, dan Uluwatu, yang berdampak langsung pada kerusakan lingkungan dan citra pariwisata Bali.
Penurunan debit mata air di beberapa daerah wisata seperti Tabanan dan Bangli mencapai 20–30%, akibat peningkatan konsumsi air untuk hotel, villa, dan produksi AMDK.
Seperti diketahui, di dalam Surat Edaran Gubernur Bali nomer 09 tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah melarang setiap lembaga usaha untuk memproduksi air minum kemasan plastik sekali pakai dengan volume kurang dari 1 liter di wilayah Bali.
Namun demikian, SE tersebut juga menyebutkan sebagai pengganti plastik, bisa menggunakan produk pengganti plastik sekali pakai yang ramah lingkungan termasuk system reuse dan refill.
Sosialisasi terhadap pengganti produk plastik kemasan tersebut sudah dieadarkan di kantor lembaga pemerintah dan swasta, Desa/Kelurahan dan Desa Adat, hotel, pusat perbelanjaan, restoran, kafe, Lembaga Pendidikan, pasar dan tempat ibadah.