Ikuti Kami

Putra Nababan Kritik Keras Sikap Pemerintah soal Pasal Inkonstitusional dalam RUU Pilkada

Tapi anehnya, dalam UU Pilkada ini, mereka cenderung mengikuti maunya DPR dan seolah-olah disetir serta dikontrol pihak lain.

Putra Nababan Kritik Keras Sikap Pemerintah soal Pasal Inkonstitusional dalam RUU Pilkada
Putra Nababan, Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan

Jakarta, Gesuri.id – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Putra Nababan, mengungkapkan kekhawatirannya terkait dua pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada yang dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam rapat Tim Khusus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) yang digelar kemarin, Putra mengingatkan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mematuhi putusan MK.

“Saya telah memperingatkan pemerintah, khususnya Menkumham, Sekjen Kemendagri, dan pejabat Kemenkeu, bahwa kesepakatan pemerintah dengan fraksi-fraksi lain terkait Pasal 40 ayat 1 yang mengatur ambang batas pencalonan dalam Pilkada telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK. Dengan tidak mengadopsi putusan MK tersebut, kalian telah membangkang konstitusi,” tegas Putra Nababan dalam pertemuan tertutup Timus dan Timsin di ruang rapat Baleg, Rabu (21/8).

Putra juga menyoroti sikap pemerintah yang sama terhadap Pasal 7 UU Pilkada, yang mengatur usia calon gubernur (Cagub). Menurut Putra, putusan MK sudah jelas menyatakan bahwa usia minimal 30 tahun bagi Cagub dan Cawagub harus berlaku pada saat penetapan sebagai calon, bukan saat pelantikan.

“Saya bingung dengan sikap dua kementerian ini, Kemendagri dan Kemenkumham, yang biasanya sangat kukuh dalam mempertahankan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) mereka dan selalu taat konstitusi,” ungkapnya.

Putra Nababan kemudian membandingkan sikap pemerintah dalam pembahasan RUU lain, seperti UU Otonomi Khusus Papua, UU Daerah Khusus Jakarta, UU Sistem Keolahragaan Nasional, dan UU Psikologi. Dalam kasus-kasus tersebut, pemerintah selalu tegas dalam mengadopsi putusan MK dan memastikan bahwa DPR sebagai pembentuk UU tidak bertentangan dengan putusan MK. “Tapi anehnya, dalam UU Pilkada ini, mereka cenderung mengikuti maunya DPR dan seolah-olah disetir serta dikontrol pihak lain,” tambahnya.

Untuk itu, fraksi PDI Perjuangan telah menyatakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024.
 harus  menjadi pertimbangan dalam RUU Pilkada ini.

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan Fraksi PDI Perjuangan, seharusnya perubahan terhadap undang-undang ini diarahkan untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi tersebut secara konstitusional, bukan sebaliknya. Hal ini sebagai bentuk perwujudan final and binding sebagaimana pengejawantahan atas Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan asas erga omnes. Apabila hal itu diingkari maka menjadi preseden buruk dalam negara hukum, karena di berbagai negara mana pun tidak ada lembaga politik yang mengotak-atik putusan mahkamah konstitusi yang telah final and binding.

Quote