Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo berharap keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mematok cukai dari produksi plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tidak dilihat semata-mata untuk menambah pendapatan negara, tapi juga sebagai pengingat bagi semua pihak bahwa plastik dan MBDK itu sesungguhnya adalah produk yang ‘berbahaya’.
“Tentunya kita menyambut baik keputusan presiden itu. Karena itulah kita berharap penarikan cukai dari kedua pos tersebut bisa menjadi pengingat bagi kita semua bahwa sebenarnya plastik dan MBDK itu adalah produk yang beresiko,” kata Rahmad dalam keterangannnya kepada Gesuri.id di Jakarta, Kamis (15/12)
Legislator PDI Perjuangan ini mengatakan, harapannya agar pemberlakuan cukai di kedua pos tersebut bisa menjadi bahan edukasi, bukan tanpa alasan.
Baca: Rahmad Minta Waspadai Kenaikan Kasus COVID-19 Saat Nataru
Dikatakan, diduga kuat akibat mengkonsumsi berlebihan makanan dan minuman yang memiliki kadar gula tinggi, saat ini sebanyak 13 persen dari jumlah peduduk Indonesia terkena penyakit diabetes.
“Kenyataan ini 13 persen penduduk Indonesia terkena diabetes sungguh berbahaya. Apalagi, diabetes itu adalah ibu dari berbagai penyakit lainnya seperti kerusakan pembuluh darah kecil di ginjal, jantung, mata, dan sistem saraf. Diabetes juga dapat menyebabkan penyakit jantung, stroke, penyakit ginjal, kebutaan, dan kerusakan saraf dan lainnya,” bebernya.
Masih menurut Rahmad, akibat penyakit diabetes yang pada gilirannya memunculkan berbagai penyakit lainnya tersebut dampaknya sangat besar jika dilihat dari sisi ekonomi.
“Triliunan rupiah uang masyarakat indonesia terkuras habis untuk mengobati penyakit-penyakit yang tidak menular salah satunya yang berawal dari diabetes. Melihat kenyataan ini kan minuman berpemanis dalam kemasan harus juga diawasi kandunganya, kalau tidak penyakit gula pd anak-anak maupun secara keseluruhan akan semakin naik dan menjadi beban keluarga serta negara.”tambahnya.
Politisi PDI Perjungan ini meminta, kedepan setiap produk minuman berpemanis yang dijual bebas di tengah masyarakat harus mencantumkan kadar gula dalam kemasan dengan tulisan yang besar.
“Saat ini juga ada tulisan dalam kemasan tapi kecil ironisnya konsumen juga tidak begitu mempedulikan. Khusus kadar gula, kedepan harus berikan porsi yang lebih besar pencantumanya sehingga masyarakat mengetahui kandungan di dalam suatu kemasan,’’katanya.
Baca: Rahmad: DPR Siap Dalami Aduan Pesangon Eks PT Vico Indonesia
Tak jauh berbeda dengan minuman berpemanis, produksi plastik yang berlebihan juga mengundang resiko dan jadi beban lingkungan. Apalagi, kata Rahmad, plastic bisa membahayakan ekosistem karena masa terurai yang lama.
“Memang plastik punya kelebihan dari bahan lainnya, karena itu plastik merupakan salah satu bahan yang banyak digunakan untuk berbagai kebutuhan. Tapi karena sifatnya yang sulit terurai, plastik akhirnya membahayakan ekosistem,” katanya.
Mengakhiri keterangannya, sekali lagi Rahmad mengatakan harapannya agar penerapan cukai terhadap plastic dan minuman berpemanis dalam kemasan bisa menjadi bahan edukasi bagi semua pihak.
Seperti diketahui, presiden Jokowi telah menerbitkan aturan mengenai Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN Tahun Anggaran 2023, yang di antaranya berisi target penerimaan cukai dari plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan atau MBDK.
Hal itu tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 130/2022 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2023. Jokowi pun menugaskan jajarannya untuk menarik cukai dari produk plastik dan minuman berpemanis pada 2023. Dia menargetkan agar penerimaan cukai dari kedua pos itu bisa mencapai Rp4,06 triliun.