Ikuti Kami

Rahmad Ingatkan Kemenkes Tak Pandang Remeh Laporan Kasus Dugaan Perundungan

Perundungan yang diterima Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) bisa juga merugikan masyarakat.

Rahmad Ingatkan Kemenkes Tak Pandang Remeh Laporan Kasus Dugaan Perundungan
Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo mengatakan laporan adanya ratusan kasus dugaan perundungan atau bullying yang diterima Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak bisa dianggap remeh. 

Perundungan yang diterima Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) bisa juga merugikan masyarakat.

"Saya kira ini adalah temuan-temuan yang tidak mengada laporan-laporan yang tidak mengada dan faktanya investigasi media juga pernah menyampaikan banyak peserta yang berkeinginan untuk bunuh diri mengunturkan diri, depresi, dan sebagainya. Ini sesuatu yang tidak dianggap remeh," kata Rahmad, Jumat (6/9).

Baca: Mengulik Gaya Kepemimpinan Transformasional Ganjar Pranowo

Jika kasus perundungan di pendidikan dokter spesialis terus terjadi maka yang rugi adalah masyarakat. Di saat masyarakat mengalami satu kondisi kekurangan dokter spesialis dan pemerataan juga tidak merata, ini menjadi salah satu dampak yang tidak baik dari perundungan itu sendiri. Banyak cara untuk membuat mental karakter seorang dokter spesialis dengan tidak harus dengan menggunakan perundungan.

Kasus perundungan yang terjadi di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Padjadjaran (Unpad) mau pun Universitas Diponegoro (Undip) menjadi salah satu pintu masuk untuk memperbaiki seluruh PPDS yang mengalami carut-marut terutama di sisi senioritas yang melakukan satu perundungan dengan pembiaran dan diturun-turun, temurunkan dengan terus dilestarikan.

"Ini suatu yang harus kita perangi. Untuk itu saya kira kita serahkan sepenuhnya kepada Kementerian Kesehatan, Kemendikbud-Ristek, kampus, Kepolisian untuk bekerja sama membuka tabir gelap soal PPDS perundungan ini. Bagaimanapun kalau ditanya, pasti tidak akan ada terjadi perundungan, tapi faktanya kan ada, nyata, dampaknya kelihatan," ucapnya.

Ia menyarankan para pihak yang berkepentingan untuk membuka secara terang benderang agar siapa pun yang bertanggung jawab terbukti melakukan perundungan untuk mempertanggung jawabkan dan harus ada efek jera.

Menurunkan warisan perundungan kepada junior-junior hanya melahirkan korban-korban berikutnya. Untuk itu harus ada efek jera, bertanggung jawab, sanksi tegas, bila harus dibuktikan dengan adanya bukti yang nyata.

Ketua Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota PB IDI Beni Satria menekankan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) segera melaporkan bila mengalami atau melihat bullying/perundungan di tempat kerja.

Baca: Adian, Ganjar, Ahok Diyakini Tingkatkan Kinerja PDI Perjuangan

"Kepada semua peserta PPDS, setiap perlakuan yang didapat dalam penyelenggaraan pendidikan diharapkan dapat mengadukan kepada PB IDI/pengurus IDI cabang di setiap kabupaten/kota, melalui Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) akan melakukan pendampingan dan memberikan pembelaan atas setiap kasus bullying," kata Beni.

Dengan begitu kasus perundungan cepat diatasi, investigasi, hingga para pelaku segera dilakukan penanganan.

Sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyebut sudah ada sekitar 300 temuan kasus, terkait dugaan perundungan atau bullying di lingkungan PPDS Fakultas Kedokteran sejumlah Universitas di Indonesia.

Dia katakan temuan itu didapatkan dari sekitar 1.000 laporan yang masuk Kemenkes. Namun setelah diverifikasi, tidak semuanya dikategorikan perundungan, hanya 30 persen yang diduga kuat terjadi praktik bullying

Quote