Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo menilai Amerika Serikat (AS) sebaiknya berguru ke Pemerintah Indonesia tentang aplikasi pelacak COVID-19 PeduliLindungi.
“Dari pada merilis tudingan dugaan pelanggaran HAM, Amerika lebih baik mempelajari bagaimana bermanfaatnya sistem aplikasi PeduliLindungi dalam mendeteksi COVID-19. Amerika Serikat perlu belajar dari Indonesia agar lebih sukses mengendalikan COVID-19,” kata Rahmad dalam keterangan persnya di Jakarta, Sabtu (16/4).
Rahmad menyesali laporan Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat (AS) yang menyebutkan adanya indikasi aplikasi pelacakan COVID-19 Indonesia, PeduliLindungi, melanggar HAM.
Baca: Rahmad Apresiasi Pemulihan Ekonomi Tanah Air
“Sebagai warga negara dan sebagai anggota parlemen saya wajib mempertanyakan apa dasar mereka (Amerika) menyampaikan pandangan seperti itu. Apakah cukup dengan sebatas laporan LSM lalu menjustifikasi bahwa PeduliLindungi itu melanggar HAM ?,” katanya.
Menurut hemat legislator PDI Perjuangan ini, semestinya Kedutaan Besar AS bisa bertanya langsung kepada pemerintah apa dan bagaimana sistem PeduliLindungi itu
“Sekali lagi, jangan dong menjustifikasi laporan LSM untuk menyatakan bahwa indonesia melanggar HAM. Sangat tidak fair kalau laporan analisa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dasarnya hanya sebatas LSM,” bebernya.
Lebih lanjut Rahmad mengatakan, dalam pengendalian COVID-19 beberapa cara dilakukan pemerintah Indonesia bersama masyarakat, ada program vaksinasi, ada protokol kesehatan, ada juga cara gas dan rem. Dikatakan, bagian-bagian itu terintegrasi dalam satu kesatuan. Begitulah cara pemerintah Indonesia melindungi rakyat indonesia dari ancaman COVID-19. Hasilnya, kata Rahmad, penanganan COVID-19 di Indonesia jauh lebih baik dibandingkan pengendalian COVID-19 di Amerika.
“Fakta tidak bisa dibantah, Indonesia sudah diakui dunia sebagai salah satu negara terbaik dalam pengendalian COVID-19. Jangan lupa, Indonesia pernah diundang Amerika Serikat untuk bertukar pikiran bagaimana mengendalikan COVID-19. Semestinya fakta ini dihormati, bukan justru mencari satu kesalahan yang hanya berdasarkan laporan LSM,” katanya.
Ditambah Rahmad laporan tentang sebuah pelanggaran HAM, apalagi oleh negara sekelas Amerika, tentu tidak cukup hanya berdasarkan laporan LSM. Karena itu menyangkut tudingan Kemenlu AS ini, sangat layak dipertanyakan, apa sebenarnya motif Amerika merilis isu seperti itu.
“Sebagai negara yang berdaulat, kita pantas mempertanyakan apa motivasi Amerika merilis isu pelanggaran HAM ini. Amerika harus dikoreksi, Kemenlu AS jangan semena-mena menilai suatu negara hanya berdasarkan laporan LSM tanpa adanya konfirmasi terhadap pemerintah Indonesia,” kata Rahmad.
Ditegaskan, pemerintah Indonesia berhak melindungi rakyatnya dari ancaman COVID-19 dengan menerapkan sistem PeduliLindungi. Apalagi, faktanya, sistem tersebut cukup berhasil dalam pengendalian COVID-19 di Indonesia.
Baca: Rahmad Minta Insentif Bagi Nakes di Bekasi Segera Dibayar!
”Kita sebagai negara berdaulat juga menghormati kedaulatan negara lain. Artinya, Amerika Serikat harus menghormati kedaulatan Indonesia, jangan semena-mena menyebut Indonesia melanggar HAM.”tandasnya.
Seperti dikabarkan sebelumnya, dalam laporan berjudul "Indonesia 2021 Human Rights Report" yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat (AS) disebutkan ada indikasi aplikasi pelacakan COVID-19 Indonesia, PeduliLindungi melanggar HAM.
Pasalnya, informasi mengenai puluhan juta masyarakat ada di dalam aplikasi itu dan pihak aplikasi juga diduga melakukan pengambilan informasi pribadi tanpa izin.
AS menyebut indikasi ini sempat disuarakan oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Namun tidak dijelaskan secara rinci siapa saja LSM tersebut.