Jakarta, Gesuri.id - Masih banyaknya keluhan masyarakat terkait mahalnya biaya rapid test (tes cepat) menjadi perhatian anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo. Menurut anggota Fraksi PDI Perjuangan ini, pemerintah semestinya turun tangan, menghapus biaya rapid test mandiri.
Baca: Whisnu Sakti Buana Apresiasi Soekarno Trip Jejak Bung Karno
"Pemerintah harus memikirkan solusi, bagaimana caranya agar rapid test mandiri bisa gratis," kata Rahmad Handoyo kepada wartawan di Jakarta, Selasa (23/6)
Legislator asal Boyolali, Jawa Tengah ini menilai terlalu berat buat warga jika harus membayar 300ribu hingga 500 ribu untuk biaya rapid test yang masa berlakunya hanya tiga hari itu.
Rahmad mencontohkan ratusan supir truk yang terpaksa menunda pekerjaannya akibat tak sanggup bayar biaya rapid test di Banka Belitung.
"Kita tahu, hari ini ratusan pengemudi truk yang mengangkut logistik menunda pengiriman barang karena tak mampu bayar biaya rapid test. Para sopir truk yang bekerja untuk kepentingan publik mestinya dibebaskan dari biaya rapid test," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Senin (22/6) ratusan sopir truk pengangkut logistik di Pelabuhan Pangkalbalam Bangka Belitung menunda pengiriman barang karena terkendala biaya rapid test. Syarat untuk pengiriman barang, pengemudi harus rapid test terlebih dahulu.
Melanjutkan keterangannya, Rahmad mengatakan tingginya biaya rapid test juga banyak dikeluhkan para calon penumpang kereta api dan penumpang pesawat. Bahkan, banyak diantara mereka (calon penumpang) yang akhirnya terpaksa membatalkan perjalanan karena terbukti menggunakan surat keterangan rapid test yang sudah kadaluarsa.
Baca: Insiden Zoombombing Isyaratkan Krisisnya Keamanan Siber
"Kejadian-kejadian seperti ini kan membuktikan bahwa biaya rapid test itu terasa membebani. Kondisi ini harusnya jadi perhatian pemerintah,"katanya
Rahmad mengatakan, sejauh ini, rapid test masih merupakan cara paling baik untuk melacak penyebaran covid-19. Presiden Jokowi juga telah mematok target 20.000 rapid test sehari. Apalagi, katanya, saat ini banyak orang yang terpapar Covid-19 tanpa gejala (OTG), maka tak ada pilihan lain, rapid test harus secara terus menerus dilakukan.
"Nah, kalau banyak masyarakat yang enggan untuk rapid test karena biaya yang mahal, tentu ini tidak baik bagi penanganan Covid-19,"katanya.
Rahmad mengakui, untuk rapid test itu sendiri memang membutuhkan dana, sehingga pihak rumah sakit, mau tidak mau harus mematok tarif.
"Disinilah perlunya pemerintah hadir. Pemerintah pun harus mengawasi, tidak boleh membiarkan rumah sakit melakukan 'aji mumpung', mematok tarif sesukanya.," katanya.
Rahmad berpendapat, jika melihat besarnya anggaran yang disiapkan untuk penanganan covid-19, saat ini sebesar Rp 667 Triliun, tidak terlalu berat buat pemerintah untuk menghapus biaya rapid test
"Negara jangan takut rugi. Segera buat aturan atau regulasi agar rapid test gratis diseluruh Indonesia," katanya.