Jakarta, Gesuri.id - Pakar kesehatan dan aktivis, Ribka Tjiptaning menyampaikan kritik pedas terhadap kebijakan kesehatan di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Ribka Tjiptaning mengungkapkan serangkaian pandangan kritis yang menjadi sorotan dalam upaya memastikan hak kesehatan rakyat Indonesia.
Kesehatan sebagai Hak Konstitusional, Bukan Sedekah.
Baca: Ganjar Tegaskan Seluruh Kader PDI Perjuangan Taat Pada Aturan
"Keberadaan BPJS Kesehatan sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial sebenarnya adalah pencapaian, namun kenyataannya jauh dari yang diharapkan. Pemerintah malah mengusulkan agar masyarakat beralih ke asuransi swasta," ujar Ribka.
"Ini adalah indikasi nyata bahwa negara tidak hadir dalam memenuhi hak-hak kesehatan warganya. Iuran BPJS yang sangat rendah, yang dikatakan oleh Menkes Budi Gunadi Sadikin sebagai alasan mengapa tidak bisa menanggung segala penyakit, justru menunjukkan adanya ketidakmampuan negara dalam menyediakan layanan kesehatan yang memadai bagi rakyatnya."
Lebih lanjut, Ribka menekankan bahwa pelayanan kesehatan di Indonesia masih jauh dari prinsip transparansi dan pemerataan.
"Diskriminasi pelayanan dan penolakan terhadap pasien BPJS Kesehatan masih sering terjadi. Terkadang pasien datang ke rumah sakit dengan hak yang sudah dijamin negara, tetapi malah diperlakukan seperti pengemis," katanya.
"Ada banyak pelanggaran hak pasien, seperti penundaan pengobatan, tidak ada transparansi biaya, bahkan penyalahgunaan data medis."
Ia juga mengkritisi sanksi yang dianggap terlalu lemah terhadap fasilitas kesehatan yang tidak memenuhi kewajibannya. "Sanksi yang terkesan tebang pilih, seperti denda atau hukuman pidana yang tidak cukup tegas, membuat pelanggaran hak pasien sulit untuk dihentikan," tambahnya.
Program Makan Bergizi Gratis: Menjawab Stunting dengan Efektivitas yang Tepat Sasaran
Salah satu topik hangat yang juga disoroti adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas oleh pemerintah. Ribka mengatakan bahwa meskipun ini adalah langkah yang baik untuk mencegah stunting, program ini harus lebih terencana dan tepat sasaran. "Saat Presiden Megawati Soekarnoputri menginisiasi program ini pada 2011, tujuannya jelas untuk menurunkan angka stunting pada 1000 HPK (Seribu Hari Pertama Kehidupan). Namun, eksekusinya harus lebih fokus kepada mereka yang paling membutuhkan," tegasnya.
Pemerintah pun harus memastikan bahwa anggaran yang dialokasikan, yang naik signifikan dari Rp71 triliun rupiah menjadi Rp171 triliun, benar-benar sampai kepada masyarakat yang membutuhkan dan tidak digunakan untuk kepentingan yang salah.
"Jika program ini tidak berjalan dengan baik, maka akan jadi beban berat bagi APBN dan masyarakat," ujarnya.
Baca: Ganjar Pranowo Tegaskan PDI Perjuangan Tetap Kokoh
Sebagai langkah konkret untuk memperbaiki sistem, Ribka memberikan beberapa rekomendasi yang dapat mengubah wajah pelayanan kesehatan di Indonesia.
"Pemerintah harus memperkuat pengawasan dan penegakan hukum terhadap fasilitas kesehatan. Selain itu, prosedur pengaduan harus dipermudah, dan rumah sakit atau fasilitas kesehatan wajib menerima pasien BPJS tanpa diskriminasi," kata Ribka.
Ia juga menekankan perlunya evaluasi lebih lanjut terkait kebijakan BPJS Kesehatan agar pelaksanaannya tidak hanya menguntungkan pihak tertentu saja.
"Penyederhanaan prosedur pelayanan dan pengawasan yang lebih ketat akan menjamin pelayanan yang adil dan merata bagi semua kalangan, terutama mereka yang tidak mampu," katanya.