Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Rieke Diah Pitaloka mengatakan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja dapat menjadi solusi persoalan nasional yang lahir akibat COVID-19.
"RUU Cipta Kerja itu kiranya bisa menjadi solusi akibat persoalan nasional yang lahir akibat COVID-19," ujar Rieke dalam web seminar Omnibus Law bertemakan "RUU Cipta Kerja Klaster Perizinan dan Investasi Daerah" yang berlangsung secara daring, di Jakarta, Rabu (17/6).
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Azwar Anas berharap RUU Omnibus Law Cipta Kerja, yang saat ini sedang dibahas Pemerintah bersama Badan Legislasi DPR RI, bisa menjawab kesulitan-kesulitan yang dialami oleh Pemerintah, khususnya pemerintah daerah di Indonesia pascapandemi COVID-19.
Baca: RUU Ciptaker, Rieke Tegaskan Baleg Butuh Masukan Publik
Laporan dari sejumlah pemerintah daerah, kata Azwar Anas, sebagian daerah mengalami kesulitan yang luar biasa sebagian.
"Seandainya pada bulan Agustus sampai September, tidak bisa lagi membayar gaji sisa harian lepas, tunjangan hari raya (THR), atau PNS. Ada beberapa daerah, melapor kepada saya, sudah tidak bisa membayar listrik pada bulan Agustus. Banyak daerah juga mengalami defisit yang cukup berat," kata Anas.
Anas berharap situasi ke depan tidak lagi menjadi lebih buruk karena RUU Cipta Kerja memberikan harapan baru bagi daerah.
"Ada komitmen bagi negara dan masyarakat Indonesia semua untuk memberikan 'karpet merah' bagi investasi di satu sisi, dan lapangan kerja yang tumbuh di sisi yang lain," kata Bupati Banyuwangi itu.
Lebih lanjut Rieke mengatakan bahwa keberadaan kepala daerah menjadi penting dalam penyusunan RUU Cipta Kerja sebab program pemerintah tidak akan pernah bisa berjalan tanpa dukungan kepala daerah.
"Program pemerintah tidak akan pernah bisa berjalan jika tidak melibatkan secara aktif, secara transparan, pemerintah daerah di seluruh Indonesia, termasuk dalam penyusunan RUU Cipta Kerja," kata Rieke.
Kendati demikian, kata Rieke, Indonesia bukan negara federal namun merupakan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dipertahankan, tidak boleh diamandemen karena di dalam pembukaan itulah maka Negara Kesatuan Republik Indonesia bukan negara federal," kata Rieke menegaskan.
Hal itu disampaikan Rieke karena itulah yang akan menjadi konten-konten substansi dari RUU Cipta Kerja.
Namun, lanjut Rieke, jangan dahulu khawatir karena DPR masih membuka ruang diskusi yang lebar dalam pembahasan draf awal RUU Cipta Kerja yang diinisiasi oleh Pemerintah itu.
Baca: Bukan Peraturan, Investor Takut Ketidakpastian Hukum
"Yang namanya draf awal, baik itu yang disusun oleh DPR maupun Pemerintah sebagai inisiator, bukan berarti barang yang begitu saja diputuskan disetujui. Masih ada ruang pembahasan," kata Rieke.
Ia mengatakan bahwa Baleg DPR RI sudah melakukan rapat dengar pendapat bersama berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) terkait dengan klaster-klaster yang ada dalam RUU Cipta Kerja, termasuk Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) untuk menguatkan draf awal yang disusun oleh Pemerintah.
"Yang tidak baik dari draf itu tentu ditinggalkan. Akan tetapi, yang baik diperkuat dengan masukan dari himpunan pengusaha pribumi Indonesia terkait dengan klaster usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)," kata Rieke.