Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi II DPR RI Rifqinizami Karsayuda mendorong segara menyusun dan membahas tentang RUU Pertanahan.
Mengingat banyaknya fenomena penguasaan lahan di luar HGU, yang sangat sulit menempuh langkah yustisial terhadap pelaku.
Rifqi menilai dengan dibahasnya RUU Pertanahan ini nantinya Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN) bisa mempunyai fungsi lidik dan sidik terhadap permasalah serupa tersebut.
Baca: Pemilu 2024, Banteng Mesuji Bidik 8 Kursi di DPRD
“Misalnya Kementrian ATR BPN memberikan HGU sebesar 1000, yang dia tanam 1500. 500 nya masyarakat tau itu diluar HGU, kita suruh ukur pun tahu kita, tapi kita gak punya kewenangan untuk kemudian melakukan ‘proses yustisi’ atas 500 itu. Nah karna itu RU Pertanahan itu menurut pandangan saya mendesak untuk segera kita lakukan usulan untuk pembahasan dan seterusnya,” jelas Rifqi lewat keterangannya, Selasa (22/11).
Rifqi menyampaikan hal tersebut dalam Rapat Kerja Komisi II dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta.
Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini juga mengungkapkan, dirinya sepakat dengan adanya ide tentang peradilan khsusus pertanahan, kendati usulan tersebut pernah ditolak.
“Karena persoalan persoalan ini, dari sisi konstitusi kan sebetulnya memungkinkan kita melahirkan badan peradilan khusus. Karena dalam ketentuan pasal 24 UUD Republik Indonesia Tahun 1945, kita memiliki 2 unit kekuasaan kehakiman, mahkamah agung bersama lembaga peradilan, dibawahnya termasuk peradilan peradilan khusus, dan mahkamah konstitusi,” tambahnya.
Baca: Rifqinizamy Harap Heru Bisa Selesaikan Persoalan di Jakarta
Diakhir, Rifqi juga mengapresiasi Langkah Kementrian ATR BPN yang sudah mulai kolaborasi dengan berbagai kementerian lembaga termasuk pemerintah daerah.
Rifqi meminta agar kolaborasi-kolaborasi seperti ini bisa terus digencarkan, karena mengingat terbatasnya wawenang dan anggaran yang dimiliki Kementrian ATR BPN dalam upaya menyelesaikan berbagai kasus pertanahan di berbagai daerah.
“Tadi ada success story di daerah saya di Kalimantan Selatan bagaimana kolaborasi Kementrian ATR BPN dengan Pengadilan Negeri Pelehari misalnya dan Pemerintah Kabupaten Tanah Laut. Dimana Pemerintah Kabupaten Tanah Laut menganggarkan APBD untuk menyelesaikan kasus tanah yang sertifikatnya itu ada tapi telah beralih melalui jual beli tentu dibawah tangan dari pihak asal, transmigran ke pihak lain. Yang pihak asal tranmigrannya sudah pulang mungkin, ke asal tempatnya bisa jadi sudah meninggal atau seterusnya sehingga sertifikatnya tidak bisa dibalik namakan. Nah proses peradilan kemudian memberikan contoh kepada kita memungkinkan untuk itu,” tutupnya.