Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPR RI, Rokhmin Dahuri memberikan pandangannya mengenai pentingnya kebijakan kehutanan yang relevan dalam mewujudkan swasembada energi.
"Betapa pentingnya menjaga keseimbangan antara pengelolaan sumber daya alam, keberlanjutan lingkungan, dan pemenuhan kebutuhan energi nasional," ujar Rokhmin Dahuri dengan tema tema "Urgensi Revisi UU Kehutanan Dan Kaitannya Dengan Rencana Swasembada Energi".
Rokhmin Dahuri menekankan bahwa revisi UU Kehutanan harus bisa mendukung peralihan ke energi yang lebih ramah lingkungan, seperti energi terbarukan, dengan tetap memperhatikan aspek keberlanjutan dan konservasi alam. Selain itu, perlu ada sinergi antara sektor kehutanan dan energi untuk mendorong pengelolaan sumber daya alam yang efisien dan berkelanjutan, yang pada gilirannya dapat mendukung swasembada energi di Indonesia.
Baca: Ganjar Pranowo Mempertanyakan Klaim Sawit Sebagai Aset Nasional
Dalam workshop tersebut, Rokhmin juga menyampaikan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi, dunia usaha, dan masyarakat untuk menciptakan kebijakan yang inovatif dan responsif terhadap tantangan perubahan iklim serta kebutuhan energi masa depan.
Rokhmin Dahuri juga menekankan pentingnya memiliki peta jalan pembangunan yang komprehensif dan benar untuk mencapai Indonesia Emas pada tahun 2045."Ini termasuk meningkatkan kualitas SDM, infrastruktur, dan iklim investasi yang kondusif," ujarnya.
Pada kesempatan itu, Prof. Rokhmin Dahuri memberikan gambaran yang cukup mendalam mengenai status dan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam proses pembangunan bangsa. Ia mengatakan, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang stabil, namun masih terbatas dibandingkan dengan negara lain. Jawa masih mendominasi kontribusi terhadap PDB nasional, dengan kontribusi sekitar 57%.
Selanjutnya, Prof. Rokhmin Dahuri memaparkan status dan tantangan pembangunan bangsa Indonesia dengan menyoroti beberapa aspek penting berikut ini:
Deindustrialisasi terjadi di suatu negara ketika kontribusi sektor manufakturnya menurun sebelum GNI (Gross National Income) per kapita mencapai US$ 12.536. PHK meningkat dan jumlah pekerja informal bertambah. Banyak industri gulung tikar atau mengurangi produksinya, sehingga terjadi gelombang PHK yang semakin meningkat.
PMI (Purchasing Managers' Index) Juni 2024: PMI sebesar 50,7, mendekati ambang batas menuju kontraksi industri manufaktur (PMI = 50). Juli 2024: PMI berada pada 49,3 (zona kontraksi), angka terendah sejak November 2022.
Kontraksi Industri Manufaktur: Sektor industri manufaktur, terutama tekstil dan produk tekstil (TPT) seperti PT. SRITEX dan elektronik, merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Sektor ini menyumbangkan 18,7% PDB dan 72,24% total ekspor RI, serta menyerap banyak tenaga kerja.
"Kontraksi sektor ini mengakibatkan gelombang PHK yang masih dan meluas. Dari tahun 2022 hingga Mei 2024, jumlah PHK terus meningkat," ungkapnya.
Penduduk Kelas Menengah
Penurunan Jumlah Penduduk Kelas Menengah: Pada tahun 2019, jumlah penduduk kelas menengah Indonesia sebesar 57,33 juta orang (21,45% total penduduk). Pada tahun 2024, jumlah ini turun menjadi 47,85 juta orang (17,13% total penduduk).
Penduduk kelas menengah semakin rentan jatuh miskin. Modus pengeluaran penduduk kelas menengah cenderung lebih dekat ke batas bawah kisaran pengeluaran kelompok kelas menengah, yaitu rata-rata Rp 2.056.494 per bulan. Selisih pengeluaran mayoritas kelas menengah dengan batas bawah pengeluaran kelas menengah hanya Rp 16.232 per bulan. "Hal ini menunjukkan bahwa banyak penduduk kelas menengah berisiko jatuh ke status miskin jika tidak ada kenaikan pendapatan mereka," katanya.
Beliau memaparkan, ada beberapa isu krusial yang perlu segera ditangani untuk memastikan kemajuan ekonomi dan sosial bangsa Indonesia:
Hanya 19 negara dari 200 negara anggota PBB yang memiliki PDB lebih dari US$ 1 triliun. Ini menunjukkan bahwa meskipun Indonesia termasuk dalam ekonomi besar, tantangannya adalah untuk meningkatkan kapasitas ekonomi agar setara dengan negara-negara maju.
Dengan adanya dua garis kemiskinan yang digunakan untuk mengukur kemiskinan, yaitu versi BPS yang menyatakan jumlah orang miskin lebih rendah dengan garis kemiskinan sekitar Rp 582.932/orang/bulan, sedangkan menurut Bank Dunia lebih tinggi pada 96 USD/orang/bulan, menunjukkan adanya disparitas dalam pengukuran kemiskinan. Di 2023, diperkirakan ada sekitar 111 juta jiwa yang hidup di bawah garis kemiskinan versi Bank Dunia.
Meskipun Indonesia telah memperlihatkan kontribusi besar dalam sektor tertentu, seperti pulau Jawa yang menyumbang 57,05% terhadap PDB Indonesia, Prof. Rokhmin mengingatkan bahwa tantangan besar dalam pendistribusian kekayaan dan pemerataan pembangunan antarprovinsi.
Isu-Isu Sosial dan Ekonomi
Deindustrialisasi: Proses pengurangan aktivitas industri yang dapat mengurangi daya saing ekonomi Indonesia.
Deflasi: Keadaan di mana suplai barang melebihi permintaan, berpotensi menurunkan pendapatan dan daya beli masyarakat.
Fenomena #KaburAjaDulu: Banyaknya generasi muda yang mencari peluang pekerjaan di luar negeri, yang mencerminkan kurangnya lapangan kerja layak di dalam negeri.
Baca: Ganjar Pranowo Harap Masalah Gas Melon Cepat Tuntas
Masalah Pinjaman Online dan Judi Online: Ini menunjukkan adanya masalah sosial yang berkaitan dengan kesulitan ekonomi yang semakin mendorong sebagian orang ke dalam jeratan utang dan kecanduan.
Utang LN yang Membengkak: Utang luar negeri yang semakin meningkat membebani anggaran negara, mengurangi ruang fiskal untuk pembangunan dan investasi dalam sektor-sektor penting.
Menteri Kelautan dan Perikanan pada periode 2001–2004 itu menekankan perlunya upaya kolektif untuk mengatasi tantangan ini dan mendorong pembangunan yang berkelanjutan serta inklusif.
Hal ini juga mencerminkan pentingnya peningkatan daya saing industri dan menciptakan sektor-sektor ekonomi baru yang lebih berkelanjutan dan produktif. Penyusutan kelas menengah dan ketergantungan pada sektor informal tentu menjadi masalah sosial yang juga perlu perhatian serius, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi ketimpangan ekonomi.