Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR RI, Rokhmin Dahuri, menekankan bahwa ketahanan pangan nasional tidak bisa hanya diukur dari sisi produksi.
Kesejahteraan petani serta keberlanjutan sistem pangan juga menjadi indikator penting dalam mewujudkan swasembada pangan.
Baca: Ganjar Pranowo Harap Masalah Gas Melon Cepat Tuntas
“Indikator ketahanan pangan itu pertama, produksi nasional harus melebihi konsumsi. Kedua, pelaku utamanya seperti petani, nelayan, peternak, dan produsen pangan lainnya harus hidup sejahtera. Jangan sampai produksi melimpah, tapi mereka tetap hidup dalam kemiskinan. Ketiga, keberhasilan itu harus bersifat berkelanjutan,” ujar Rokhmin, dikutip dari situs resmi DPR RI.
Rokhmin juga menyoroti inkonsistensi antara janji kebijakan dan realisasi di lapangan. Ia menyebut bahwa pada akhir 2024, pemerintah sempat menyatakan tidak akan melakukan impor terhadap empat komoditas strategis, yakni beras, jagung, gula, dan daging. Namun, kenyataannya impor tetap dilakukan.
“Bulan Desember lalu pemerintah bersumpah tidak akan impor beras, jagung, gula, dan daging pada tahun 2025. Tapi bulan lalu kita tetap impor 200 ribu ton. Kami di Komisi IV merasa tertampar. Kalau memang belum mampu, jangan buat janji yang tidak realistis,” tegas Rokhmin.
Meski begitu, ia mengungkapkan bahwa produksi beras nasional saat ini berada dalam posisi yang cukup baik. Berdasarkan proyeksi Kementerian Pertanian, produksi beras tahun 2025 diperkirakan mencapai 33 juta ton, sedangkan kebutuhan nasional hanya sekitar 31 juta ton.
“Artinya, kita surplus dua juta ton. Ditambah dengan cadangan beras Bulog sebesar 2,4 juta ton, maka stok cukup untuk menjaga kestabilan harga dan pasokan,” jelasnya.
Baca: Ganjar Tegaskan Seluruh Kader PDI Perjuangan Taat Pada Aturan
Namun demikian, Rokhmin menilai persoalan pangan tidak cukup diselesaikan hanya dari aspek produksi. Komoditas lain seperti jagung, gula, dan kedelai masih menjadi tantangan besar. Selain itu, sistem logistik, distribusi, dan pergudangan juga harus menjadi fokus utama.
“Contoh saja beras, ada daerah yang surplus seperti Jawa dan Sulawesi Selatan, tapi ada juga daerah defisit seperti Nusa Tenggara Timur dan Riau. Maka, perbaikan sistem transportasi dan pergudangan mutlak diperlukan agar distribusi pangan lebih merata,” ungkapnya.
Menutup keterangannya, Rokhmin menegaskan bahwa untuk mencapai swasembada pangan sejati, pemerintah harus mengoptimalkan tiga subsistem penting: produksi, konsumsi, dan logistik. Ia mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk tidak terpaku pada angka produksi semata, melainkan memastikan semua aspek sistem pangan berjalan secara seimbang dan berkelanjutan.