Jakarta, Gesuri.id - Saksi Kusnadi yang dihadirkan di Sidang Praperadilan status tersangka Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto memastikan ketidakbenaran bahwa Hasto sembunyi di Kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta, seperti dituduhkan oleh para penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, Jumat (7/2), Kuasa Hukum Ronny Talapessy menanyai Kusnadi. Di sidang, Kusnadi menjelaskan bahwa dia sudah bekerja mendampingi Hasto setiap hari, termasuk pada tanggal 8 Januari 2020. Di hari itu, KPK menuding Hasto bersembunyi dengan Harun Masiku di Kompleks PTIK dimaksud.
“Pada peristiwa 8 Januari 2020, adakah Pak Hasto Kristiyanto ke PTIK?” Tanya Talapessy.
“Tidak Ada pak,” jawab Kusnadi.
“Pernah tidak ada perintah dari Pak Hasto Kristiyanto terkait Harun Masiku kepada saksi?
Baca: Ganjar Tegaskan Seluruh Kader PDI Perjuangan Taat Pada Aturan
“Tidak pernah. Dalam tugas saya, tidak pernah Bapak cerita-cerita soal itu kepada saya,” demikian jawaban Kusnadi.
Menurut Ronny Talapessy, saat berbicara kepada wartawan ketika jeda persidangan karena Salat Jumat, fakta persidangan ini penting ditekankan karena jawaban pihak Termohon atau KPK, kemarin, menyebutkan hal tersebut.
“Perlu kita jelaskan bahwa Pak Hasto pada tanggal 8 Januari tidak pernah ke PTIK. Ini sebagai jawaban pada Termohon,” kata Ronny.
“Sebenarnya ini sudah pernah disampaikan di persidangan (perkara suap Wahyu Setiawan, red). Tapi ini kita sampaikan ke publik lagi. Jangan sampai seolah jawaban-jawaban Termohon ini seolah Pak Hasto ini tersangka, merupakan pelarian. Itu tidak benar. Karena Saudara Kus ini selalu mendampingi Pak hasto termasuk tanggal 8 Januari 2020 dan Pak Hasti itu tidak ke PTIK,” tegas Ronny.
Kuasa Hukum lainnya, Maqdir Ismail menambahkan, bahwa soal Hasto bersembunyi di PTIK penting diluruskan. Jangan sampai persidangan praperadilan jadi ajang bagi penyidik KPK untuk memburuk-burukkan pihak lain yang sebenarnya tak ada kaitan dengan permasalahan.
“Seandainya betul kehadiran mereka (penyidik KPK, red) dipermasalahkan, PTIK ini kan lembaga pendidikan milik kepolisian. Itu bukan Warung tegal (warteg). Yang masuk ke situ harusnya melapor dan menyampaikan apa kepentingan mereka. Tiba-tiba ada sekelompok orang masuk ke situ, pasti akan dihentikan, pasti akan ditanya mau apa. Kalau mereka memang beritikad baik hendak melakukan penyidikan atau penyelidikan ketika itu, kan mereka bisa sampaikan kami hendak melakukan penyelidikan, minta ketemu siapa yang jadi pimpinan di PTIK itu. Itu yang seharusnya mereka sampaikan. Bukan dengan cara seolah-olah masuk ke warung tegal, mau makan dan langsung maka,” urai Maqdir.
“Ini soal etik kita dalam melaksanakan kegiatan sebagai penegak hukum. Saya kira yang masyarakat perlu tahu, cara-cara cara mereka memburukkan nama orang, seolah ada sepatu terjadi sekian tahun lalu, karena ketidakmampuan mereka menangkap Harun Masiku, jangan disalahkan orang lain,” tegasnya.
Baca: Ganjar Pranowo Tegaskan PDI Perjuangan Tetap Kokoh
Maqdir mengatakan bahwa berkali-kali di pemberitaan di media massa, dikesankan seolah penyidik KPK sudah mengetahui keberadaan Harun Masiku. Bahkan koordinatnya sudah diketahui. Kalau memang sudah diketahui, menjadi aneh ketika penyidik KPK tidak langsung menangkapnya.
“Sampai sekarang belum juga penangkapan. Ini bentuk kebohongan publik yang tak sepatutnya dilakukan lembaga penegakan hukum terhormat. Jadi saya meluruskan keberadaan Pak Hasto, seolah Hasto berada di PTIK, tak bisa ditangkap karena dihalang-halangi. Padahal Hasto tak berada disita,” kata Maqdir.
Lebih jauh, ia menilai pihak PTIK yang mempersoalkan kehadiran penyidik KPK pada tahun 2020 itu pantas dipahami.
“Jangan sampai lembaga PTIK sebagai lembaga pendidikan akan jadi bermasalah karena ada framing untuk pencitraan yang mereka tidak berhasil melakukan penyidikan. Saya sampai bercanda ke kawan-kawan tadi, jangan jangan-jangan mereka ribut soal PTIK, karena ada penyidik yang dulu tak lulus masuk PTIK. Rusak penegakan hukum kita kalau dilakukan seperti ini,” pungkas Maqdir.