Ikuti Kami

Ronny Talapessy Kritisi Pernyataan KPK Yang Sebut Fakta Persidangan Bukan Harga Mati

Tim KPK Abaikan Putusan Pengadilan yang Sudah Inkrah, Ronny Talapessy: Ada Efek Post Power Syndrome Kayaknya!

Ronny Talapessy Kritisi Pernyataan KPK Yang Sebut Fakta Persidangan Bukan Harga Mati
Kuasa Hukum Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy.

Jakarta, Gesuri.id - Kuasa Hukum Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy, mengkritisi pernyataan Tim Hukum KPK yang menafikan fakta persidangan perkara suap Harun Masiku terhadap Wahyu Setiawan. 

Ronny juga menyinggung kecenderungan adanya efek post power syndrome yang membuat ada pihak KPK yang memaksakan seakan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto terkait dalam kasus suap Harun Masiku terhadap mantan Komisioner KPU itu.

Hal itu disampaikan Ronny setelah mengikuti jalannya persidangan Praperadilan Penetapan Hasto Kristiyanto sebagai Tersangka oleh KPK di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (6/2/2025).

Berbicara kepada wartawan, Ronny mengatakan, bahwa dalam persidangan, ia menggarisbawahi pernyataan Termohon (tim hukum KPK) yang mengatakan bahwa fakta persidangan bukan harga mati.

Baca: Ganjar Tegaskan Seluruh Kader PDI Perjuangan Taat Pada Aturan

"Dan catatan kami yang perlu kami sampaikan bahwa yang tadi disampaikan oleh pihak Termohon bahwa fakta persidangan bukan harga mati," kata Ronny menuturkan ucapan kuasa hukum Termohon (KPK).

Fakta persidangan dimaksud adalah hasil sidang yang sudah berkekuatan hukum tetap menghukum Wahyu Setiawan, Saeful Bahri, dan Agustiina Tio Fridelina. Di putusan perkara dimaksud, sama sekali tak ada kaitan Hasto dengan suap maupun obstruction of justice. Namun anehnya, fakta kasus itu malah dibeberkan ulang di persidangan praperadilan.

Ronny menegaskan ucapan Tim Hukum KPK itu seperti tidak menghargai proses hukum, dimana ada jaksa penuntut umum, kesaksian-kesaksian, kemudian ada kesaksian para ahli, serta Majelis Hakim.

"Nah ini kami sampaikan, bahwa kita harus hormat dan hargai setiap putusan pengadilan, dimana persidangan yang sebelumnya itu ada pihak dari Jaksa Penuntut Umum, dari pihak Kejaksaan, dan itu semua sudah diuji oleh saksi-saksi, sudah dikonfrontir, ada ahli, kemudian ada Majelis Hakim," ungkap Ronny.

Baca:  Ganjar Pranowo Mempertanyakan Klaim Sawit Sebagai Aset Nasional

Atas dasar itulah, Ronny menyebut ada unsur post power syndrome yang membuat pihak Termohon berusaha membaaw-bawa Hasto Kristiyanto terlihat dalam kasus yang sudah jelas dan terang benderang tidak ada kaitannya dengan Hasto.

"Jadi menurut kami, kalau kita balik tadi sudah disampaikan bahwa dalam catatan kami, Mas Hasto itu dipanggil 24 Januari 2020, kemudian dipanggil 26 Februari 2020," tutur Ronny.

Nah, Ronny lantas menyampaikan keanehan ketika tiba-tiba loncat pada 10 Juni 2024 Hasto dipanggil lagi, tepatnya ketika Pakar Geopolitik Soekarno itu gencar menyampaikan kritik terhadap proses demokrasi, kerusakan hukum yang dilakukan oleh orang yang mau tetap berkuasa. Saat itu, Hasto memang aktif mengkritisi Presiden Jokowi menyamgkut penyelenggaraan pemilu 2024 yang amburadul.

"Kalau saya bilang masih post power syndrome kayaknya," tuntas Ronny Talapessy.

Post power syndrome adalah suatu kondisi kejiwaan yang umumnya dialami oleh orang-orang yang kehilangan kekuasaan atau jabatan yang diikuti dengan menurunnya harga diri.

Quote