Jakarta, Gesuri.id - Mata uang digital rupiah yang diterbitkan bank sentral dapat menambah efisiensi para pelaku sistem pembayaran, seperti meringankan biaya transaksi nasabah, mempercepat distribusi uang, menurunkan ongkos pencetakan uang, hingga mengurangi potensi korupsi, kata seorang ekonom senior.
Kepala Ekonom PT. Bank Mandiri Persero Tbk Anton Gunawan mengatakan penggunaan mata uang digital akan sangat mempermudah distribusi uang di berbagai daerah. Dengan begitu, perbankan juga akan semakin hemat, dan pada akhrinya diharapkan dapat semakin meringankan biaya transaksi kepada nasabah.
"Pakai digital, atur investasinya akan lebih sedikit," ujar Anton di Jakarta, Kamis, (1/2).
Namun, Anton mengaku belum mengetahui sejauh mana kajian yang dilakukan Bank Indonesia untuk penerapan mata uang digital (central bank digital currency/CDBC).
Bank Indonesia masih mengkaji untuk menerbitkan CBDC yang diestimasikan akan selesai paling lambat pada 2020. Setelah kajian selesai, Bank Sentral baru akan memutuskan untuk menerbitkan atau tidak mata uang digital rupiah tersebut.
Anton meyakini jika CBDC diterapkan, implementasinya tidak akan sulit. Pasalnya, penggunaan skema pembayaran digital sudah marak di Indonesia. Dengan semakin masifnya pembayaran non-tunai, maka aliran dana akan lebih transparan dan seluruhnya terekam.
"Jadi lebih transparan, dan menggurangi korupsi," ujar dia.
Dari sisi moneter, Anton memandang dampak CBDC akan sangat tergantung kapasitas teknologi informasi yang digunakan BI. Jika teknologi BI memadai, maka CBDC akan mempermudah bank sentral untuk memantau uang beredar dan mengendalikan inflasi.
"Kalau banyak transaski digital akan terekam uang beredar, dan bisa akan mempengaruhi inflasi. Harus dilihat dulu sejauh mana teknologinya," ujar dia.
Mata uang digital bank sentral (CBDC) berbeda dengan mata uang virtual (vurtual currency) yang diterbitkan swasta, seperti Bitcoin dan Etherum. CBDC diterbitkan secara legal oleh bank sentral dan dijaga peredarannya agar tidak menimbulkan gelembung harga dan mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Bank Sentral negara-negara lain pun saat ini sedang mengkaji penerbitan mata uang digital, seperti Bank Sentral Inggris, Bank Sentral Singapura, Bank Sentral Malaysia dan juga Bank Sentral Ekuador.