Ikuti Kami

Said Abdullah Sebut Pemerintah Perlu Langkah Antisipastif Hadapi Ekonomi 2025

Said mencatat, proyeksi pertumbuhan ekonomi dari Bank Dunia sebesar 5,1 persen.

Said Abdullah Sebut Pemerintah Perlu Langkah Antisipastif Hadapi Ekonomi 2025

Jakarta, Gesuri.id - Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah, menyoroti pentingnya langkah antisipatif pemerintah terhadap tantangan ekonomi yang mungkin dihadapi pada 2025. 

Meski berbagai proyeksi menunjukkan angka yang stabil dan mendekati target APBN, dinamika global yang tidak menentu tetap memerlukan kesiapsiagaan ekstra.

Said mencatat, proyeksi pertumbuhan ekonomi dari Bank Dunia sebesar 5,1 persen dan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) di angka 5,2 persen berada pada kisaran yang sama dengan target pemerintah dalam APBN 2025. 

Begitu pula dengan nilai tukar rupiah yang dipatok pada Rp16.000 per dolar AS, tidak jauh dari prediksi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) di level Rp16.100 per dolar AS. Kendati demikian, Said menegaskan bahwa angka-angka tersebut belum tentu menjadi jaminan stabilitas.

“Kita tidak boleh terlena dengan proyeksi ini. Ketidakpastian ekonomi global maupun nasional bisa mengubah kondisi sewaktu-waktu,” kata Said Abdullah, Minggu (5/1/2024).

Pria yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Timur tersebut mengingatkan bahwa perang tarif antara Amerika Serikat, China, dan Uni Eropa dapat membawa dampak signifikan bagi Indonesia. Selain berpotensi meningkatkan biaya ekspor dan ketidakpastian bisnis global, perang tarif juga bisa menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah. 

Namun, menurutnya, situasi ini juga membuka peluang jika Indonesia mampu mengisi kebutuhan produk impor yang terganggu di pasar global. Ia meminta pemerintah memanfaatkan momentum ini dengan diplomasi perdagangan yang kuat untuk memastikan tata kelola perdagangan internasional tetap adil bagi Indonesia.

Selain tantangan global, Said menyoroti isu domestik seperti penurunan daya beli kelas menengah yang dapat memengaruhi konsumsi rumah tangga. Menurutnya, program-program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) bisa menjadi solusi konkret. Program ini, selain meningkatkan gizi anak, juga menggerakkan sektor UMKM yang berperan penting dalam menopang ekonomi masyarakat bawah.

“UMKM bisa menjadi motor penggerak ekonomi jika diberdayakan secara maksimal,” ujarnya.

Said juga menyinggung indikasi deindustrialisasi yang terlihat dari penurunan kontribusi industri pengolahan nonmigas terhadap PDB, dari 21,28 persen pada 2014 menjadi 18,67 persen pada 2023. Meski demikian, Said melihat peluang besar dalam pengembangan hilirisasi, yang sejauh ini masih terfokus pada sektor nikel. Ia mendorong pemerintah memperluas program hilirisasi ke sektor lain seperti perkebunan, kehutanan, dan bahan tambang di luar nikel, yang memiliki potensi besar dalam rantai pasok global.

Tantangan lain yang disoroti adalah tingginya ICOR (Incremental Output Ratio) Indonesia, yang saat ini berada di angka 6, tertinggi di antara negara-negara setara. Said menilai tingginya ICOR mencerminkan inefisiensi birokrasi dan praktik korupsi yang masih berlangsung. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah mempercepat reformasi struktural, memberantas korupsi, dan memberikan kepastian kebijakan kepada investor untuk lima tahun ke depan.

“Dengan ICOR yang lebih rendah, daya saing produk Indonesia di pasar global akan meningkat, dan kepercayaan investor terhadap pemerintah juga akan semakin kuat,” tegasnya.

Meski tantangan ekonomi 2025 terbilang kompleks, Said tetap optimistis bahwa langkah antisipatif yang tepat dapat mengubah risiko menjadi peluang.

“Pemerintah harus melihat ini sebagai momentum untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional dan menciptakan kesejahteraan yang lebih merata bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.

Sumber: lenteratoday.com

Quote