Jakarta, Gesuri.id - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat kembali menggelar sidang suap dan perintangan penyidikan terdakwa Sekretaris Jendral DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Jumat (25/4/2025).
Pantauan di lokasi, di ruang persidangan sekitar 09.00 WIB semua bangku pengunjung ruang persidangan sudah muali penuh.
Terlihat di lokasi keluarga serta kader PDI Perjungan tampak hadir untuk menyaksikan jalannya persidangan. Diantaranya istri Hasto, Maria Stefani Ekowati, Ketua DPP PDI Perjuangan Deddy Sitorus dan puluhan kader dan simpatisan PDI Perjuangan.
Hasto Kristiyanto sendiri dihadirkan di ruang persidangan sekitar pukul 09.10 WIB. Dia tampak mengenakan kemeja putih dengan stelan jas lengkap.
Keluarga, sahabat dan para kader PDI Perjuangan pun memberikan dukungan dan semangat kepada Hasto.
Baca: Ganjar Pranowo Mempertanyakan Klaim Sawit Sebagai Aset Nasional
Tim kuasa hukum Hasto juga terlihat telah hadir di ruang persidangan.
Ada pun sidang hari ini beragendakan mendengarkan keterangan dua orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Adapun saksi yang dihadirkan yakni sopir kader PDI Perjuangan Saeful Bahri, Ilham Yulianto dan ajudan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Rahmat Setiawan.
Tepat pukul 09.30 WIB, persidangan pun di mulai oleh Majelis Hakim.
Sebelum memulai persidangan, majelis hakim kembali mengingatkan bahwa persidangan tidak boleh disiarkan secara live streaming.
Peradilan Politik
Sebelumnya, Hasto Kristiyanto menegaskan kembali jika persidangan yang menjerat dirinya merupakan sidang yang dipaksakan oleh penyidik dan Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bahkan, Hasto menyebut rangkaian perkara yang dihadapinya saat ini merupakan pengadilan politik.
Hal itu disampaikan Hasto Kristiyanto melalui surat yang dibacakan oleh Jubir PDI Perjuangan Guntur Romli di sela-sela persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (24/4/2025).
Hasto menjelaskan, persidangan dirinya yang dipaksakan berdasarkan keterangan yang diberikan oleh eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan eks Ketua KPU Arief Budiman pada pekan lalu, dinyatakan bahwa keputusan sudah berkekuatan hukum tetap pada tahun 2020.
Dimana, uang suap yang berikan kepada Wahyu Setiawan dan eks Komisioner Bawaslu Agustiani Tio Fridelina berasal dari Harun Masiku.
“Jika dilihat di pertimbangan majelis hakim Putusan pengadilan nomor 18 Pidsus/TPK/2020/PN Jakarta Pusat dinyatakan dalam pertimbangan hakim, halaman 130, menimbang bahwa dana operasional tahap pertama tersebut berasal dari Harun Masiku,” kata Hasto lewat surat yang dibacakan Guntur Romli.
“Ini sudah ada di keputusan pengadilan tahun 2020 yang diterima saudara Saiful Bahri terdakwa pada waktu itu, saat itu secara bertahap (pemberian suap).”
“Jadi keputusan ini sudah ada pada persidangan tahun 2020 bahwa uang operasional atau uang suap baik Rp 400 juta atau Rp 850 juta itu semuanya berasal dari Harun Masiku dan itu juga dikuatkan oleh kesaksian Wahyu Setiawan pada persidangan minggu yang lalu,” terangnya.
Baca: Ganjar Ingatkan Presiden Prabowo Untuk Berhati-hati
Sehingga, kata Hasto, keputusan pengadilan yang sudah inkrah nyata-nyata tidak ada keterlibatannya.
“Jadi hal tersebut membuktikan bahwa ini adalah pengadilan politik,” jelasnya.
Hasto juga meyakini, bahwa keadilan akan ditegakkan dalam persidangan dirinya.
Bahkan, dia menyebut persidangan dirinya merupakan momentum untuk menunjukan lembaga peradilan memiliki wibawa dan mandiri dalam memutus sesuatu perkara.
“Inilah momentum untuk menunjukkan lembaga peradilan yang berwibawa mandiri dan menjadi rumah bagi bekerjanya kebenaran dan keadilan,” tandas Hasto.