Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPR RI komisi II fraksi PDI Perjuangan I Nyoman Parta mengatakan komisi II bersama pemerintah telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Bali dalam rapat pleno pengambilan keputusan tingkat I, di Jakarta, Rabu (29/3/2023).
Sembilan fraksi setuju RUU Bali dibawa ke tingkat II atau rapat paripurna untuk disahkan menjadi UU.
Baca: Penolakan PDI Perjuangan Terhadap Israel Bukan Urusan Elektoral Tapi Perjuangan Ideologis
Pengesahan Rancangan Undang-Undang Provinsi Bali diprediksi sekitar pertengahan April 2023. Pasalnya, mayoritas pandangan fraksi telah menyetujui RUU tersebut.
“Sidang paripurna DPR pengambilan keputusan untuk disahkan menjadi Undang-Undang mudah-mudahan waktunya tidak lama minimal waktu penutupan masa sidang 14 April 2023,” kata I Nyoman Parta selaku Juru Bicara Fraksi PDI Perjuangan, usai membacakan pandangan mini fraksi dalam Rapat Pleno Komisi II DPR RI.
Hadir dalam rapat pleno Komisi II DPR tersebut, antara lain Mendagri Jenderal Pol (Purn) Muhammad Tito Karnavian, dan perwakilan Kementerian Keuangan, Perwakiln Kementerian Hukum dan Ham, Perwakilan Bappenas dan Pimpinan Komite I DPD RI.
Sementara itu dalam Panja RUU Provinsi Bali hadir juga, diantaranya; Ketut Kariasa Adnyana, Alit kelakan, Gus Adi Mahendra. “Posisi RUU ini sudah sampai pada tahapan rapat pengambilan keputusan tingkatkan I dalam rapat pleno komisi II DPR RI,” ujarnya.
Selain RUU Provinsi Bali, Legislator dari Pulau Dewata ini menambahkan bahwa pandangan umum semua fraksi di DPR RI bersana pemerintah sepakat dan menyetujui RUU lainnya, antara lain RUU Tentang Provinsi Sumatera Utara, RUU Tentang Provinsi Sumatera Selatan, RUU Tentang Provinsi Jawa Barat, RUU Tentang Provinsi Jawa Tengah, RUU Tentang Provinsi Jawa Timur, RUU Tentang Provinsi Maluku, RUU Tentang dan Provinsi Kalimantan Tengah.
”Semua RUU itu dilanjutkan pembahasannya pada pembicaraan tingkat II/Pengambilan Keputusan dalam Rapat Paripurna DPR RI, dan disahkan menjadi UU,” terangnya.
Lebih jauh Parta mengaku bahwa upaya PDI Perjuangan selama ini antara lain:
1. Mengokohkan posisi desa adat dan Subak yang sebelumnya berdasarkan Perda dikuatkan dalam RUU Provinsi Bali.
2. Adanya pendanaan dari pemerintah pusat dalam rangka penguatan pemajuan kebudayaan, desa adat dan Subak.
3. Telah dicantumkannya ayat tentang pungutan dan kontribusi wisatawan asing.
Yang tidak kalah penting, lanjut Parta, dimasukkannya filosofi dan kearifan lokal masyarakat Bali dengan Tri Hita Karana dan Sad Kerthi ini dalam RUU-nya yang mana RUU provinsi Bali sendiri memiliki karakteristik yang relatif berbeda dengan ketujuh RUU lainnya ” pungkasnya.
Selain Nyoman Parta, anggota DPR yang ikut dalam Panja RUU Provinsi Bali di antaranya Ketut Kariasa Adnyana, Alit Kelakan, dan Gus Adi Mahendra.
Untuk diketahui, RUU Provinsi Bali dirancang oleh Gubernur Bali Wayan Koster dan telah diperjuangkan sejak 2019. RUU tersebut dianggap sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Bali ke depan. Sebab, Bali selama ini masih menggunakan UU Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Hal ini tidak sesuai lagi dengan ketatanegaraan RI saat ini.
Baca: Penolakan Israel ke Indonesia, Hasto Ingatkan Sejarah Lahirnya Kompleks GBK
Sebelumnya, dalam rapat kerja Komisi II DPR RI pada Senin (27/3/2023), Gubernur Bali, Wayan Koster mengungkapkan RUU tentang Provinsi Bali yang diajukan kepada Komisi II DPR RI pada 2020, dan kemudian disempurnakan serta disusun kembali oleh Komisi II DPR RI, sangat diperlukan Bali. Agar alas hukum Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1958 yang berdasarkan UUDS 1950 dan bentuk negara RIS itu segera bisa diganti sesuai dengan sistem ketatanegaraan yang berlaku saat ini, yaitu Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Kami sudah mencermati baik draft naskah akademik dan juga batang tubuh Rancangan Undang-undang tentang Provinsi Bali yang disusun oleh Komisi II DPR RI, sudah mengakomodasi usulan yang diajukan oleh Pemerintah Provinsi Bali, bahkan materi yang diatur sudah sangat komprehensif dan memadai. Kami juga melihat, bahwa secara normatif semua ketentuan yang diatur dalam materi Rancangan Undang-undang tentang Provinsi Bali sesungguhnya sangat moderat, semuanya wajar, tidak menuntut kekhususan, netral serta tidak membebani Pemerintah Pusat, sehingga tidak perlu ada sesuatu yang harus dikhawatirkan,” tandas Gubernur Koster.
Kurator: Syahrul