Bandung, Gesuri.id - Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriani Gantina mengatakan revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (UU Kesejahteraan Lansia) bila nantinya rampung, mengamanatkan negara untuk hadir dalam memberikan kehidupan yang layak bagi para pensiunan atau masyarakat kurang mampu.
Dan ini menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi negara bagaimana harus mempersiapkan aturan turunan RUU Kesejahteraan Lansia agar seluruh pekerja di Indonesia bisa menikmati hari tuanya setelah pensiun seperti halnya para pekerja di luar negeri, yang bisa bersenang-senang menikmati masa tuanya.
”Dan untuk lansia yang tidak mampu sudah seharusnya menjadi beban negara, bagaimana seharusnya negara hadir, yakni Kementerian Sosial agar bisa memilah. Pasalnya ada dua kategori. Pertama, ada lansia yang memiliki keluarga, namun tidak mampu. Dan kedua, tidak memiliki keluarga dan juga tidak mampu,” ujarnya.
Baca: Selly Apresiasi Pelaksanaan Haji 2022 Berjalan Baik
“Jadi peran Kemensos di sini sangatlah penting agar bisa memberikan penjelasan bagaimana nasib dari lansia tersebut. Untuk yang memiliki keluarga bisa menitipkan bantuan dari negara kepada pihak keluarga, namun yang tidak memiliki keluarga, mereka akan dititipkan di panti sosial atau balai dan tetap dengan pengawasan negara,” tambah Selly.
"Saya berharap dengan adanya revisi UU Kesejahteraan Lansia Nomor 13 Tahun 1998 yang sudah masuk dalam Prioritas (Prolegnas) 2023, diharapkan bisa memberikan kesejahteraan dan hidup layak bagi lansia di hari tuanya. Yang sangat penting bagaimana pendekatan keagamaan untuk para lansia agar dapat menerima hari tuanya dengan baik tanpa memikirkan hal-hal lain. Terutama saat mereka berpulang atau meninggal dunia bisa husnul khatimah” ungkap politisi PDI Perjuangan tersebut.
Selly melanjutkan, masukan lainnya dalam pembahasan revisi RUU tersebut adalah batasan umur, apakah nantinya Aparatur Sipil Negara (ASN) bila diputuskan batas lansia berusia 70 tahun, yangotomatis akan menjadi beban negara. Kemudian ditinjau kembali apakah semua ASN pensiun harus berusia 70 tahun.
Contohnya yang bisa dikategorikan yakni guru, dokter, ataupun profesor apakah setelah usianya menginjak 70 tahun tidak bisa diberdayakan kembali, sedangkan mereka dinilai masih memiliki daya pikir yang sangat bagus.
”Akan tetapi ada beberapa sektor pekerja yang lain yang tidak harus sampai usia 70 tahun. Untuk itu perlu lagi ditelaah, komponen apa saja yang bisa masuk ke dalam revisi RUU tersebut, pasalnya semua itu kembali lagi akan menjadi beban negara. Perlu dikaji dan ditelaah secara bersama mana saja komponen yang akan dimasukan kedalam revisi RUU Kesejahteraan Lanjut Usia. Pasalnya otomatis semua akan kembali kepada beban negara dalam memberikan kehidupan yang layak bagi masyarakatnya setelah mereka pensiun,” ujar Selly.
Di sisi lain, terkait asuransi kesehatan yang dibebankan kepada tenaga kerja untuk hari tua, Selly menilai pada saatnya nanti tidak cukup layak bagi pekerja. Karena uang yang dihasilkan saat pensiun hanya bisa digunakan satu hingga dua tahun setelah mereka pensiun.
Baca: Aprilliati Ajak Masyarakat Jaga Kota Bandar Lampung
”Seperti contohnya saat ini, bisa dilihat kondisi sekarang banyak pensiunan guru maupun lainnya untuk bertahan hidup mereka bekerja sebagai tukang ojek, maupun lainnya. Hadirnya Undang-Undang Lanjut Usia sangatlah penting dan diharapkan bisa memberikan kesejahteraan kepada mereka yang usianya menginjak lansia. Sudah seharusnya setelah mereka selesai bekerja atau pensiun, harus bisa menikmati hasil kerja dengan bisa hidup layak di hari tua,” kata Selly.
Selly juga mempertanyakan mengenai multisector approach yang di dalamnya ada fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) sudah sejauh mana disiapkan oleh pemerintah dalam rangka memberikan keramahan terhadap lansia.
Karena selama ini penanganan lansia seolah-olah hanya menjadi tanggung jawab dari Kemensos. Padahal sudah seharusnya semua kementerian dan lembaga juga memiliki peran agar bisa memperhatikan lansia baik dari sektor pertanian, pembangunan, infrastruktur, maupun kesehatan yang selama ini tidak terperhatikan.
”Yang harus kita pahami, lansia itu bukan hanya beban negara saja, lansia mempunyai dua kategori ada yang mampu dan tidak mampu. Di situlah bagaimana (RUU Kesejahteraan Lansia) hadir dapat memisahkan mana yang menjadi tanggung jawab negara dan tanggung jawab masyarakat terhadap lansia yang tertuang dalam undang-undang. Bisa dengan cara memilah urusan negara yang mana, dan bagaimana kita mulai memberdayakan masyarakat atau keluarga daripada lansia itu sendiri agar bisa membantu dalam penguatan RUU tersebut,” pungkas legislator dapil Jawa Barat VIII tersebut.