Jakarta, Gesuri.id - Juru Bicara Badan Pemenangan Pilkada PDI Perjuangan, Aryo Seno Bagaskoro menyindir adanya ambisi keluarga tertentu di balik putusan Mahkamah Agung (MA) yang mencabut batas usia calon kepala daerah.
PDI Perjuangan tegas menolak apabila hukum digunakan sebagai alat kekuasaan.
"Prinsipnya, kami menolak segala bentuk upaya mensubordinasi hukum sbg alat kekuasaan," kata Seno kepada wartawan, Kamis (30/5).
Baca: Ganjar Deklarasikan Diri Jadi Oposisi di Kabinet Prabowo-Gibran
Dia lantas mengingatkan bahwa pemilihan umum (pemilu), termasuk pemilihan kepala daerah merupakan pesta rakyat. Bukan digunakan sebagai jalan merekayasa proses demokrasi, apalagi sampai menyelewengkan peraturan.
"Publik hari ini bisa menilai dengan jelas. Jangan sampai demi ambisi keluarga, peraturan terus menerus dibuat selintutan," tegas Seno.
Lebih lanjut, dia menilai, kepentingan elite yang hobi mengubah aturan di tengah permainan bakal menjadi preseden buruk bagi demokrasi di Indonesia.
"Dalam kompetisi apapun, tentu perlu ada aturan main yang disepakati bersama dan tidak diubah-ubah untuk kepentinan satu dua orang. Apabila bidaya mengubah aturan terus menerus dilakukan di masa injury time, ini menjadi bentuk yang tidak baik," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan Partai Garda republik Indonesia (Garuda) melalui Pemohon Ahmad Ridha Sabana, terkait aturan batas minimal usia calon gubernur dan wakil gubernur 30 tahun, yang tertuang dalam Putusan Nomor 23 P/HUM/2024.
Putusan itu ditetapkan oleh majelis hakim MA pada Rabu (29/5).
"Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon: PARTAI GARDA REPUBLIK INDONESIA (PARTAI GARUDA)," demikian bunyi putusan Nomor 23 P/HUM/2024 itu di laman resmi MA.
MA menyatakan Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota bertentangan dengan UU Nomor 10 Tahun 2016. Atas putusan itu, MA mengubah ketentuan dari yang semula cagub dan wakil cagub minimal berusia 30 tahun terhitung sejak penetapan pasangan calon, menjadi setelah pelantikan calon.
Adapun Pasal 4 PKPU yang dinyatakan bertentangan itu semula berbunyi:
"Warga Negara Indonesia dapat menjadi calon gubernur dan wakil gubernur memenuhi persyaratan sebagai berikut. (d). berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur"
Menurut MA, Pasal 4 PKPU Nomor 9 Tahun 2020 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:
Baca: Ganjar: Perlu Ada Ruang 'Check and Balances' di Pemerintahan
"Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota, terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih..."
Dari sana, MA memerintahkan kepada KPU RI mencabut Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota tersebut.
Putusan MA itu ditetapkan bertepatan dengan beredarnya poster duet Budisatrio Djiwandono-Kaesang Pangarep sebagai pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta 2024.
Dengan adanya putusan MA, langkah Kaesang apabila ingin maju di Pilkada 2024 tak lagi terganjal.